jpnn.com - WASHINGTON - Calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Repubik, Donald Trump seakan tak pernah jauh dari kontroversi. Selasa waktu setempat (9/8), Trump dianggap kebablasan saat mencetuskan strategi berbau kekerasan untuk menyetop laju saingannya dari Demokrat, Hillary Clinton.
Mengingat sikapnya yang ceplas-ceplos, tidak mengejutkan jika survei terbaru menunjukkan, satu di antara lima pendukung Republik ingin Trump mencabut pencapresannya.
BACA JUGA: Tragis, 11 Bayi Prematur Terpanggang..Kehabisan Napas
"Hillary ingin menghapuskan Second Amendment (pasal kedua Konstitusi Amerika Serikat yang mengatur kepemilikan senjata) untuk selamanya. Jika nanti dia berhak memilih sendiri hakim-hakimnya, kalian tidak akan bisa berbuat apa-apa,” katanya.
Kalimat yang Trump sampaikan kepada massa Republik di Kota Wilmington, New Hanover County, Negara Bagian North Carolina, itu ditujukan khusus untuk para pemilik senjata.
BACA JUGA: Gempar! Perampok Lubangi Atap Gerbong, Sikat Rp 9,8 Miliar
Taipan 70 tahun tersebut, tampaknya, sengaja merangkul masyarakat sipil yang punya senjata. Entah itu legal maupun ilegal. Sebab, belakangan dengan maraknya aksi kekerasan bersenjata, pemerintahan Presiden Barack Obama berniat memperketat aturan kepemilikan senjata. Sebagai rekan satu partai Obama, Hillary diyakini Trump akan menempuh kebijakan yang sama. Dan, para pemilik senjata tidak menyukainya.
Dalam kesempatan itu, pemilik Trump Tower tersebut juga mengatakan bahwa hari kemenangan Clinton akan menjadi hari yang buruk. ”Jika Hillary bisa menempatkan orang-orangnya sebagai hakim, kita tidak berkutik,” ujarnya.
BACA JUGA: Mantap! Presiden Sikat Empat Hakim Aktif Pemakai Narkoba
Komentar Trump itu langsung menuai reaksi keras. Tidak hanya dari publik dan media, tapi juga dari para petinggi partai. Baik itu Partai Demokrat maupun Republik. Mereka menganggap celotehan Trump kali ini kelewat batas. Sebab, tidak hanya ngawur, kata-kata pebisnis Manhattan tersebut juga mengandung kekerasan.
Bahkan mantan Direktur CIA Michael Hayden juga mengaku kaget mendengar ucapan Trump. ”Jika kalimat itu diucapkan oleh orang lain di luar gedung saja, saya yakin saat ini orang tersebut sudah akan berada di dalam mobil polisi dan Secret Service akan menginterogasinya,” papar politikus 71 tahun itu.
Secara terpisah, Kepala Humas Secret Service Cathy Milhoan mengaku sudah menerima laporan tentang Trump dari petugas di lapangan. Sebagai capres, Trump maupun Clinton berhak atas pengawalan keamanan superketat. Salah satunya dari Secret Service. Maka, sejak konvensi nasional masing-masing partai menobatkan Trump dan Clinton sebagai capres, mereka mendapatkan pengawalan dari Secret Service. Termasuk saat kampanye. Karena itu, saat Trump melontarkan hasutan tentang Clinton, Secret Service mendengarnya langsung.
Namun, tidak ada tindakan apa pun terhadap Trump. Pada hari yang sama, dia bahkan langsung melanjutkan kampanye di Kota Fayetteville. Tapi, tidak ada hasutan dalam kampanye di wilayah lain tersebut. Ayah Ivanka itu lebih berhati-hati dalam berpidato. ”Anda tidak hanya bertanggung jawab terhadap apa yang Anda katakan. Tapi, Anda juga bertanggung jawab terhadap apa yang orang lain dengar,” pesan Hayden kepada Trump.
Kubu Clinton juga langsung mereaksi pidato Trump tersebut. Apalagi beberapa pakar keamanan menafsirkan kalimat Trump sebagai imbauan untuk menyerang Clinton secara fisik. Menurut istri mantan presiden AS Bill Clinton itu, bahasa Trump dalam pidatonya terlalu membahayakan. ”Sebaiknya, seorang capres tidak mencetuskan kekerasan dengan cara apa pun,” kritik capres perempuan pertama AS tersebut. (afp/reuters/cnn/hep/c6/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Memalukan! KBRI Spanyol Tak Bayar Vonis Rp 10 M
Redaktur : Tim Redaksi