Ulasan Pengamat soal Kisruh Tes CPNS 2018

Kamis, 15 November 2018 – 00:45 WIB
Tes CPNS sistem CAT. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Banyaknya formasi CPNS 2018 yang kosong akibat minimnya peserta tes gagal mencapai passing grade seleksi kompetensi dasar (SKD) mendapat perhatian banyak kalangan.

Pengamat kebijakan publik dan dosen Fakultas Ilmu Administrasi UI Lina Miftahul Jannah minimnya pelamar yang lolos ambang batas SKD, bahkan ada formasi yang kosong, bisa dilihat dari dua pendekatan. Yakni dari pendekatan panitia atau pemerintah selaku pembuat soal dan regulator. Kemudian dari pelamar atau masyarakat.

BACA JUGA: Peserta Tes CPNS 2018 Ada yang Hebat, Ini Contohnya

’’Kita tidak bisa menuduh soalnya sulit atau mudah,’’ katanya. Sebab panitia pasti sudah memiliki batasan atau acuan dasar dalam pembuatan soal. Termasuk kualitas kesulitan soalnya bagaimana.

Kemudian panitia juga sebaiknya mempertimbangkan dengan baik ketika mengambil kebijakan bahwa kelulusan berbasis ambang batas. Dia menegaskan sebenarnya untuk menjaring CPNS baru tidak harus menggunakan passing grade. Tetapi sejak awal bisa menggunakan sistem pemeringkatan atau perangkingan.

BACA JUGA: Wahai Honorer K2, Simak nih Penjelasan Pak JK

’’Misalnya yang ikut SKD ada 100 orang. Formasi yang dilamar 20 kursi. Maka diambil saja 20 pelamar dengan nilai SKD tertinggi,’’ tuturnya.

Lina menegaskan sebelum diambil kebijakan kelulusan berbasis passing grade, harus dianalisa apakah formasi atau jabatan tersebut membutuhkan kriteria passing grade.

BACA JUGA: Solusi Kisruh Tes CPNS 2018 Sudah Mengerucut

Menurut Lina sebaiknya kriteria kelulusan passing grade diterapkan di instansi tertentu saja. Misalnya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang cenderung membutuhkan ketelitian tinggi. Sebab ada yang membidangi urusan hitung-hitungan dan menuntut ketelitian.

Kemudian dari aspek palamarnya dia juga memberikan sorotan. ’’Saya dari kampus. Saya tahu bagaimana generasi milenial sekarang,’’ tuturnya. Dia mengungkapkan generasi mahasiswa atau lulusan mahasiswa sekarang, lebih sendang copy paste dan serba instan.

Dengan kecenderungan yang serba instan, generasi milenial sekarang membaca pun tidak mau. Padahal dengan membaca bisa menambah wawasan. Dia bahkan menemukan ketika sedang ujian, ada mahasiswa yang kebingungan.

’’Petunjuk soalnya apa, jawabannya apa,’’ jelasnya. Namun dia menegaskan kondisi tersebut tidak bisa digeneralisir.

Jika nanti pemerintah menggunakan sistem mengambil pelamar dengan nilai SKD tertinggi, Lina memberikan catatan. Dia berharap dalam skema yang tidak sesuai dengan ketentuan awal tersebut jangan sampai ada transaksi di ’’balik meja’’. Apakah itu transasksi yang dilakukan atas unsur politik atau transasksi uang alias suap.

’’Saya sekali lagi tidak mencoba memfitnah,’’ tegasnya. Tetapi dia ingin mencegah jangan sampai ketika ada perubahan prosedur dalam rekrutmen CPNS, tidak ada transasksi suap atau kejahatan sejenisnya.

Dia mengatakan kebijakan yang berubah di tengah jalan, menunjukkan pemerintah tidak bisa mengantisipasi dampak atau risiko-risiko yang bakal terjadi.

Dia mengatakan jika sejak awal pemerintah acuannya ingin seluruh formasi terisi, maka skema nilai ambang batas kurang tepat. Lebih tepat menggunakan skema mengambil pelamar dengan nilai ujian tertinggi.

Dia mencontohkan untuk menjaring mahasiswa S2 dan S3 di UI, menggunakan skema passing grade. Jadi yang diterima benar-benar apa adanya. Jika yang lulus passing grade hanya sedikit, maka tetap apa adanya. (jun/wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebijakan Baru Juga untuk Honorer K2 Peserta Tes CPNS 2018


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler