jpnn.com - BATAM – Penentuan Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2015 terancam buntu lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. Itu terlihat dari rapat pembahasan UMK kelima antara perwakilan serikat pekerja, pengusaha, dan Pemko Batam yang tak menyepakati item-item Kebutuhan Hidup Layak (KHL) seperti biaya transportasi ke tempat kerja. Padahal, angka KHL akan jadi patokan penentuan UMK Batam 2015.
Pembahasan UMK Batam kemarin di kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Batam dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Seperti pembahasan sebelumnya, semua anggota Dewan Pengupahan hadir. Ada perwakilan serikat pekerja dari SPMI, SPSI, dan SBSI. Sedangkan perwakilan pengusaha dihadiri Yanuar Dahlan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Kadisnaker Batam Zarefriadi hadir memimpin pembahasan.
BACA JUGA: Janda Beranak Tiga Bunuh Balita Masih Buron
Rapat yang awalnya santai itu menjadi tegang saat penentuan soal transportasi pekerja. Menurut Zarefriadi, perwakilan Apindo dan pekerja tak sepakat soal besaran angka transportasi. Jika pekerja ingin transportasi dihitung dua kali Pergi-Pulang (PP) seperti kondisi di lapangan, dimana banyak pekerja yang naik angkutan dua kali ke tempat kerjanya, perwakilan Apindo menolak. Apindo tetap berpatokan pada isi Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2012. Di SK itu, transportasi hanya dihitung sekali PP.
”Tidak ada titik temunya, lantaran Apindo tidak setuju trasportasi itu lebih dari satu kali dalam sehari,” ujar Zarefriadi.
BACA JUGA: Ketua Golkar Serang Segera Disidang terkait Kasus Sodetan
Perwakilan serikat pekerja, Muhamad Mustofa, mengatakan pekerja mengusulkan tranportasi dengan sistem 2 kali PP sesuai dengan kondisi di lapangan.
”Itu adalah riil yang dikeluarkan pekerja saat dia berangkat kerja. Karena janji-janji pemerintah untuk bus gratis untuk pekerja sampai sekarang tidak ada,” katanya.
BACA JUGA: Listrik Padam, Sipir Tertidur, Napi Lapas Teluk Dalam Kabur
Ia menambahkan pembahasan transportasi sesuai undang-undang dan terhitung biayanya dari rumah. Menurutnya, para buruh mengeluh kekurangan pada biaya transportasi.
“Ini tidak ada titik temunya, maka masing masing kami (pekerja dan Apindo, red) akan membawa angka yang berbeda ke Wali Kota Batam. Dari serikat pekerja maunya tinggi dan dari pengusaha maunya rendah,” katanya.
Perwakilan pengusaha enggan berkomentar soal buntunya pembahasan UMK tersebut. Meski pembahasan UMK buntu, kemarin pengusaha dan pekerja ternyata sudah punya usulan nilai KHL. Pengusaha mengusulkan angka sekitar Rp 2,1 juta, sedangkan pekerja Rp 2,5 juta.
Jika dibandingkan dengan KHL Batam sepanjang tahun ini, usulan pengusaha sesuai dengan KHL yang kisarannya sekitar Rp 2,1 juta seperti KHL bulan September yang besarnya Rp 2.158.476 dan KHL Oktober yang besarnya Rp 2.157.911. Namun, jika patokannya adalah UMK Batam yang tahun ini sudah di atas KHL yakni Rp 2,4 juta, maka usulan pekerja juga beralasan.
Karena selama ini, nilai UMK Batam tak pernah turun. Di tahun 2011, misalnya, UMK Batam besarnya Rp 1,18 juta, jadi Rp 1.402.000 di tahun 2012. UMK Batam naik tinggi di tahun 2013 dengan besaran mencapai Rp 2.040.000. Lalu di tahun 2014, UMK Batam naik menjadi Rp 2.422.092.
Menurut Zarefriadi, karena tak ada kesepakatan, pembahasan yang mestinya mengerucut ke soal angka KHL, batal.
“Pembahasan hari ini tidak ada penentuan angka KHL karena dari pengusaha dan serikat pekerja angkanya sangat jauh sehingga kita tidak bisa menentukan,” katanya.
Alotnya pembahasan UMK kemarin membawa imbas kepada massa pekerja yang berkumpul di depan kantor Disnaker Batam. Puluhan buruh geram karena pembahasan berjalan lama dan salah seorang diantaranya memecahkan kaca pintu kantor.(cr3/gas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kerja Bakti Memperbaiki Tandon, Tewas Tertimpa Beton
Redaktur : Tim Redaksi