jpnn.com - jpnn.com - Pelaksaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) di Kaltim masih terkendala jumlah komputer yang sangat terbatas.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim pun diminta tidak memaksakan diri melaksanakan UNBK. Sebab, jika dipaksakan, dikhawatirkan bakal membebani siswa.
BACA JUGA: Bocah SD, Setiap Hari Berjalan 7 KM Sambil Jualan Molen
Berdasar rekapitulasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di situs ubk.kemendikbud.go.id per 25 Januari, penyelenggara UNBK di Kaltim sebanyak 347 sekolah.
Sementara itu, non-UNBK sebanyak 795 sekolah. Jumlah sekolah yang bergabung alias menumpang sebanyak lima sekolah.
BACA JUGA: Klaim Pengalihan SMA/SMK ke Provinsi Berjalan Lancar
Di samping itu, peserta UNBK se-Kaltim mencapai 52.239 siswa, non-UNBK sebanyak 41.640 siswa, dan bergabung sebanyak 775 siswa.
Jumlah penyelenggara dan peserta tersebut meningkat drastis jika dibandingkan pada 2016. Hal tersebut tentu jadi pertanda baik. Tapi juga membuat waswas.
BACA JUGA: Selamat Tinggal Pendidikan Gratis
Pasalnya, di pelbagai daerah di Kaltim dilaporkan terdapat sekolah yang dipaksakan menyelenggarakan UNBK.
Sementara itu, fasilitas vital UNBK, antara lain komputer dan jaringan internet, masih banyak kurang dan belum memenuhi standar minimal.
Hal tersebut diutarakan anggota Komisi IV DPRD Kaltim Muhammad Adam. Politikus Partai Hanura itu mengatakan, sejak pertama kali diterapkan pada 2015 dengan sistem pilot project (percontohan), UNBK berlangsung baik dan sukses di Kaltim.
Jadi, pemerintah berupaya maksimal untuk meningkatkan jumlah penyelenggaranya. Namun, seiring waktu sekolah yang ditunjuk terkesan dipaksakan. Yakni, tidak memenuhi syarat minimal sarana dan prasarana.
“Pada 2016, di Samarinda saat menggelar UNBK mati lampu. Genset tidak kuat. Tunggu nyala. Akhirnya, ujian berlangsung sampai malam,” sebut Adam, seperti diberitakan Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Dia menyampaikan, dari berbagai laporan, banyak fasilitas sekolah yang masih minim untuk menggelar UNBK. Setiap sekolah misalnya, jumlah siswa mencapai 400.
Sementara itu, fasilitas internet hanya 30–40 unit. Itu pun hanya sekolah yang ada di kota. Di daerah pinggir, jumlahnya lebih minim lagi.
Dia mengatakan, sebagai penyelenggara UNBK, sekolah mesti memastikan semua syarat minimal terpenuhi.
Terutama akses dan kecepatan internet yang terpasang. Sebab, sedikit saja timbul gangguan, berakibat konsentrasi siswa terganggu.
Apalagi, di Kaltim, terang dia, akses internet di kabupaten/kota, khususnya daerah pinggiran yang melaksanakan UNBK masih belum memadai.
“Kalau sudah ditunjuk, kemudian sadar diri tidak mampu, silakan dan boleh mengajukan pembatalan ke Disdikbud Kaltim. Tidak mampu jangan dipaksakan UNBK,” ujar dia.
Namun, dia sadar, minimnya kesiapan penyelenggaraan UNBK dari sisi fasilitas dipengaruhi dukungan pemerintah. Hanya, untuk pelaksanaan pada 2017, pengadaan komputer masih menjadi tanggung jawab kabupaten/kota.
“SMA/SMK baru diserahkan per 1 Januari. Kalaupun ada pengadaan komputer itu berkat sumbangsih pemerintah kabupaten/kota sebelumnya. Tentu selanjutnya akan diupayakan agar sekolah mendapat bantuan, minimal komputer,” tuturnya.
Diketahui, untuk memenuhi fasilitas UNBK, Kemendikbud mengadakan 40 ribu komputer baru pada 2017.
Di Kaltim sekolah sudah mengusulkan jumlah unit yang dibutuhkan. Jumlahnya berdasarkan kebutuhan dan kapasitas daya tampung laboratorium.
Asisten Administrasi Umum Setprov Kaltim Bere Ali menyatakan, penetapan sekolah penyelenggara UNBK di Kaltim sudah berdasarkan persetujuan Kemendikbud.
Dalam prosesnya, dilakukan verifikasi dengan berbagai tahapan. Artinya, penunjukan sekolah tidak asal-asalan, bahkan memaksa.
Tahapan verifikasinya dimulai dari kesiapan penyelenggara hingga fasilitas tersedia.
“Kalau tidak bisa memang tidak dipaksa. Yang ditetapkan itu memang sudah memenuhi klasifikasi,” ucap Bere Ali ditemui di Karang Paci, sebutan kantor DPRD Kaltim, Selasa (24/1). (*/him/rom/k8)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tolak Akreditasi Sekolah jadi Acuan Kuota Undangan
Redaktur & Reporter : Soetomo