jpnn.com - Pendapatan yang pas-pasan bukan jadi penghalang bagi Undang Suryaman untuk memberikan manfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Kehidupannya yang sudah di masa lampau justru menjadi pemicu untuk mengangkat harkat hidup anak-anak kecil di kampungnya.
——
BACA JUGA: Bima Arya Sering BBM Ahok dan Kang Emil, Hayoo Ngebahas Apa?
PADA hari perkuliahan, Undang selalu stand by di Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjadjaran (Unpad), Jatinangor. Tapi, hanya sesekali dia masuk ruang kuliah, karena tugas utamanya ada di pelataran parkir kampus itu.
Ya, pria yang akrab disapa Jack tersebut mencari nafkah sebagai juru parkir. Tidak banyak penghasilan yang didapat dari pekerjaan tersebut. Tak sampai Rp 50 ribu per hari yang bisa dibawa pulang untuk istrinya, Yani Novitasari, yang telah memberinya empat orang anak.
BACA JUGA: Dari Amerika, Jokowi Langsung ke Palembang
Perinciannya, Jack bisa mendapatkan Rp 100 ribu per hari pada hari perkuliahan normal. Uang itu kemudian disetor ke pengurus rumah tangga kampus sebanyak Rp 40 ribu. Kemudian, untuk makan siang, diambil Rp 10 ribu.
"Uang yang masuk ke rumah Rp 50 ribu per hari. Kadang uangnya habis untuk jajan anak-anak," tuturnya. Namun, pria kelahiran Garut, 25 Mei 1976, itu tetap menekuni profesi sebagai jukir dengan semangat.
BACA JUGA: Rombongan RI 6 Nyaris Membunuh Keluarga Didik Rachbini
Sejak akhir 2011, kehidupan Jack makin berwarna. Niat untuk berguna bagi kampung tempatnya tinggal dia wujudkan dengan nyata. Tamatan SD itu mendirikan TK Raudlatul Jannah. Jack dibantu sang istri yang juga pernah menjadi guru TK. "Saya niati sebagai bakti kepada masyarakat. Ibadah saya di sini," katanya.
Pada awal pendirian TK itu, Jack menumpang di Masjid Raudlatul Jannah, Kampung Babakan Loa, Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.
Jack merasa lega ketiga diberi izin oleh pengurus dewan kesejahteraan masjid (DKM). Tanpa pikir panjang, dia memulai menerima pendaftaran siswa baru.
Pada tahun pertama, Jack mencatat ada 18 anak-anak yang bergabung. Mereka umumnya anak-anak dari kerabat sendiri. Kemudian, pada tahun kedua, jumlah muridnya bertambah menjadi 25 orang. Kemudian, angkanya terus meningkat menjadi 35 orang pada tahun ketiga, dan kini ada 50 orang pada tahun keempat.
Jack mengatakan, belajar di tempatnya benar-benar gratis. Sebab, dia memberikan akses kepada orang-orang yang kesulitan secara ekonomi.
Kata dia, rata-rata biaya masuk TK di lingkungannya di kawasan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Rp 300 ribu. Kemudian, SPP-nya Rp 50 ribu per bulan. "Nominal itu sudah cukup memberatkan," ucapnya.
Dari total siswanya saat ini, Jack hanya memungut SPP kepada sekitar 25 orang. Nominalnya hanya Rp 20 ribu per bulan.
Secara berkala, Jack berkeliling kampung untuk melihat kondisi ekonomi keluarga yang membayar SPP itu dengan diam-diam. Jika menurut dia kondisinya sangat tidak mampu, keluarga tersebut dibebaskan membayar SPP.
Misi Jack membangun TK gratis tersebut adalah agar kisah mirisnya pada masa kecil tidak terulang lagi. Dia mengaku hanya tamatan SD negeri.
Ketika menuntut untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP, orang tuanya tidak sanggup. Alasannya, harus keluar ongkos untuk angkutan umum setiap hari ke sekolah.
"Rumah saya terletak di pedalaman. Saya harus jalan dulu 8 km, setelah itu naik angkot untuk ke SMP," ucapnya.
Orientasi TK Raudlatul Jannah bukanlah keuntungan finansial. Jack mengatakan, pengembangan pembelajaran tetap harus nomor satu. Dia mengaku bangga banyak anak didiknya yang menorehkan prestasi di jenjang SD.
Hasil dari pungutan SPP, antara lain, dia gunakan untuk membeli majalah anak-anak untuk bahan bacaan yang menarik.
Jika dihitung-hitung, uang yang tersisa dari keperluan operasional sekolah tidak sampai Rp 50 ribu. Uang itu kemudian dibagi kepada orang-orang yang menjadi guru. "Tapi, lumayan bisa digunakan untuk membeli bakso," tuturnya.
Jam belajar TK itu dimulai pukul 08.00 hingga 10.00. Jack tidak bisa mengawal kegiatan TK pada pagi hari karena harus menjadi juru pakir. Namun, dia selalu mendampingi anak-anak yang belajar pada malam hari. "Di malam hari, saya mengajar ngaji (membaca Alquran, Red)," katanya.
Jack menuturkan, di antara siswa TK Raudlatul Jannah, ada yang kembali lagi malam hari untuk belajar membaca Alquran. Jack terus berdoa supaya kegiatannya membuka TK tersebut dinilai ibadah oleh Allah.
Meski diakui bermanfaat, dengan segala keterbatasan yang ada, sekolah Jack belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah desa setempat. Sebab, bantuan desa harus menyertakan NPWP (nomor pokok wajib pajak). "Kita tidak menyalahkan pemerintah karena kita belum memenuhi syarat. Tapi, katanya mau ada bantuan buat PAUD, mudah-mudahan dapat," tutur Yani.
Hingga kini, TK Raudlatul Jannah baru mengantongi nomor registrasi dari ikatan guru taman kanak-kanak (IGTK) setempat. Setidaknya, mereka bisa mendapat bocoran kurikulum dari organisasi tersebut.
Selain masalah izin, sekolahnya masih mengalami banyak kekurangan. Di antaranya, alat peraga pendidikan dan fasilitas pendukung lain. Termasuk lokasi sekolah. "Sebelumnya kan anak-anak belajar di masjid. Tapi, karena sudah tidak tertampung, kami ngontrak rumah dengan bantuan seorang teman." (wan/c17/ady)
(Sejumlah sosok ini diangkat pada Edisi Khusus Jawa Pos-Induk JPNN. Mereka adalah para pemuda-pemuda yang tidak menangis dalam kondisi runyam yang menerjang diri, lingkungan atau bangsanya. Dengan tekad baja, mereka bergerak untuk mengubah kondisi eksternal yang yang tidak menguntungkan. Merekalah penantang krisis. Persona yang dengan sigap menyerap stamina dan antusiasme sebesar pendahulu mereka, peserta Kongres Pemuda II di Gedung Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat Raya 106, Jakarta, 26-28 Oktober 1928.)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PP Pengupahan Akhirnya Selesai, Ini Tujuannya
Redaktur : Tim Redaksi