Ungkap Data dan Fakta, Sekjen Barikade 98 Kutuk Pihak yang Mainkan Isu Harga PCR

Kamis, 04 November 2021 – 18:55 WIB
Sekjen Barikade 98 Arif Rachman. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Sekjen Barikade 98 Arif Rahman mengatakan kerja keras pemerintah bersama masyarakat dalam rangka memerangi pandemi belum usai.

Meskipun saat ini kasus sudah melandai, namun dunia tengah bersiap menghadapi gelombang ke-3.

BACA JUGA: 5 Fakta soal Bisnis Alat Tes PCR yang Menyeret Nama Luhut Binsar

Arif mengecam adanya sejumlah isu yang secara langsung memfitnah pemerintah selaku penanggung jawab penanganan pandemi.

“Apalagi saya lihat isu ini semata-mata diluncurkan hanya untuk menyalurkan hasrat politik terkait ilusi akan adanya reshuffle,” ujarnya.

BACA JUGA: Luhut Disebut-sebut Ikut Bermain di Bisnis PCR, Ferdinand Angkat Suara

Arif menilai isu ini digarap secara masif dan sistematis, karena selain melibatkan sejumlah buzzer politik, isu ini juga digawangi oleh media mainstream.

Tentu tak mudah mengorkestrasi isu sedemikian rupa.

BACA JUGA: Edy Rahmayadi Minta Warga Lapor Kalau Ada Tarif PCR di Atas Rp 300 Ribu

Dia menyayangkan isu-isu murahan ini digunakan untuk mendorong wacana pergantian kabinet tanpa mempertimbangkan dampak psikologis ke masyarakat.

“Isu-isu yang digunakan pun sebenarnya lemah dan tidak punya fakta, namun karena disajikan dengan bahasa yang mencekam oleh media mainstream dan diamplifikasi oleh buzzer, maka seolah-olah yang diberitakan ini adalah sebuah fakta,” ujarnya.

Dia menukil salah satu isu tentang harga PCR yang terlalu mahal, terutama jika dibandingkan dengan India yang hanya Rp 96 ribu.

Dia menegaskan, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, swab test India menggunakan produk dalam negeri yang belum tersertifikasi internasional.

Padahal, jika dibanding negara-negara di dunia, Indonesia termasuk 10% negara dengan tarif swab paling terjangkau.

Pascainstruksi Presiden Joko Widodo, tarif tes PCR tidak boleh lebih dari Rp 300 ribu.

Arif mencontohkan harga disjumlah negara, Malaysia: RM 150 atau setara dengan 513.218 IDR, Singapura: 125 SGD-160 SGD atau setara dengan 1.318.000 IDR-1.687.000 IDR, Filipina: 2.460 PHP - 3.360 PHP atau setara dengan Rp689.000 - Rp945.000, Vietnam: 734.000 VND atau setara dengan 455.000 IDR, Thailand: 4.000 TBH atau setara dengan 1.700.000 IDR.

“Saya mengutuk siapapun yang mengusung isu ini, karena ini secara langsung merusak kredibilitas pemerintah dalam menangani pandemi,” ujar staf khusus Wapres ini.

Kunci dari keberhasilan penekanan korban di pandemi gelombang I dan II adalah adanya kepercayaan masyarakat dan gotong royong antara pemerintah dan sesama masyarakat.

Sehingga kerja penanganan termasuk vaksinasi, bisa berjalan masif.

Dia meyakini kalau isu itu terkait dengan ilusi reshuffle sebab, salah satunya langsung menunjuk hidung dua menteri yang terlibat aktif dalam penanganan pandemi ini.

Diberitakan, nama perusahaan Luhut Panjaitan dan Erick Thohir turut menerima keuntungan dari swab PCR.

Dia menegaskan, hal tersebut tidak benar.

Karena kedua menteri tersebut sama-sama tidak lagi menjadi pemilik saham mayoritas pada perusahaannya masing-masing.

Erick Thohir bahkan telah melepaskan diri dari entitas bisnisnya pascaditunjuk sebagai Menteri.

Justru logikanya, penurunan harga PCR akan merugikan perusahaan yang turut andil dalam membantu pemerintah memenuhi kebutuhan tracing dan tracking.

"Lagian, kebijakan PCR bukan berada di ranah Menteri BUMN, tapi berada di ranah Kemenkes,” ujarnya.

Arif menegaskan pihaknya kini tengah mengerahkan upaya untuk mentracing isu ini.

Sebab, jika akibat isu ini, masyarakat menjadi antipati pada pemerintah yang berujung ledakan kasus Covid19 gelombang ketiga.

Maka, pihaknya akan mengambil tindakan tegas.

“Saat ini tim investigasi sudah kami bentuk dan operasionalkan. Tunggu saja tanggal mainnya, kita akan buka siapa hantu blau di belakang isu ilusi reshuffle ini,” ujarnya.

Dia menegaskan pihaknya tidak antipati dengan reshuffle, sepenuhnya itu merupakan hak presiden. Menteri yang jelek pasti akan direshuffle.

Tetapi, kata dia, jangan mengorbankan jiwa rakyat untuk mengejar ambisi politik.

Kenapa tidak menggunakan parameter kinerja menteri untuk mengukur reshuffle.

"Kita siap diskusi terbuka untuk mengevaluasi kinerja kabinet, sepanjang menggunakan data-data sahih. Kami menghindari debat kusir,” tandasnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler