Ungkit Upaya Menjegal SBY, Irwan Fecho: Presidential Threshold Tak Relevan di Pilpres 2024

Rabu, 22 Desember 2021 – 12:54 WIB
Wakil Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI Irwan Fecho sebut presidential threshold tidak relevan di Pilpres 2024. Dia juga mengungkit upaya menjegal SBY dengan ambang batas pencalonan pada 2004 dan 2009. Ilustrasi Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Irwan Fecho menyatakan ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sudah tidak relevan lagi dipakai pada 2024.

"Seharusnya secara konstitusional, ambang batas tidak relevan lagi dijadikan sebagai syarat pencalonan mengingat hasil pileg dan pilpres 2024 belum diketahui," kata Irwan dalam keteranganya di Jakarta, Rabu (22/12).

BACA JUGA: Sultan DPD RI Merespons Soal Presidential Threhold, Menohok

Irwan menilai penggunaan presidential threshold juga tidak relevan karena pemilu legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) diadakan serentak. Keserentakan itu sudah berlangsung sejak Pemilu 2019.

Kondisinya menurut dia berbeda dengan gelaran Pilpres 2004 dan 2009. Pada 2004, ambang batas memang dimaksudkan sebagai barrier to entry bagi setiap calon.

BACA JUGA: 4 Fakta Kasus Mbak SS: Kenal di Medsos hingga Diajak ke Apartemen di Surabaya, Terjadilah

Wakil sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI itu bahkan menyebut pada Pilpres 2004, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY pun hampir tidak dapat mencalonkan diri karena jumlah dukungan yang terbatas.

"Pada 2009, kembali ada skenario politik agar Pak SBY tidak dapat dicalonkan dengan mengubah dan menaikkan angka ambang batas pencalonan presiden," lanjut Irwan.

BACA JUGA: Ada Isu Tak Sedap Jelang Muktamar NU, Ketua KPK kepada Irjen Karyoto: Tolong Dilacak

Namun, katanya, pileg yang saat itu dilaksanakan lebih awal sebelum pilpres dimenangkan oleh Demokrat yang meraih 148 kursi parlemen yang melebihi ambang batas saat itu.

"Akhirnya, skenario menjegal Pak SBY melalui presidential threshold gagal total. Bahkan Pak SBY memenangkan Pilpres secara langsung untuk kedua kalinya," ujar politikus asal Kalimantan Timur itu.

Nah, berdasarkan pada aspek keserentakan pemilu 2024, Irwan menilai ambang batas pencalonan presiden tidak relevan. Terlebih lagi hasil pileg dan pilpres 2024 belum diketahui hasilnya.

"Jika menggunakan hasil pemilu 2019, justru alasan presidential threshold untuk penguatan sistem presidensial tidak cocok karena hasil pemilu atau resultan politik akan berbeda," tuturnya.

Irwan juga menyinggung fakta bahwa dalam beberapa pemilu terakhir, pembentukan koalisi pemerintahan justru dapat terjadi setelah pemilu selesai. Dengan begitu, presiden terpilih mendapatkan tambahan dukungan dari parlemen setelah pemilu usai.

"Paling mutakhir, justru yang berlawanan dalam pilpres menjadi sekutu pascapemilu dan menjalankan pemerintahan bersama-sama. Di situlah inti penguatan kabinet presidensial, bukan pada proses pencalonan," ujar anggota Komisi V DPR itu.

BACA JUGA: Aziz Yanuar Minta Prajurit TNI yang Cari Habib Bahar Jangan Baper, Ferdinand: Ini Terlalu Konyol

Dia juga menyebut bahwa konstitusi sudah punya mekanisme saringan terhadap setiap calon presiden dan wapres agar pemilu menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan memiliki dukungan yang kuat.

Saringan itu menurut dia terjadi lantaran pemilu di Indonesia menganut skema second round system (dua ronde) dan simple majority (kemenangan sederhana 50+1).

"Oleh karena itu, dari pengalaman politik dan konstitusi termutakhir, seharusnya tidak ada lagi presidential threshold," ucap Irwan Fecho. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler