jpnn.com - JAKARTA - Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya mengukuhkan dua guru besar.
Pertama, guru besar bidang Ilmu Akuntansi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yakni Prof.Dr. Weli, S.Kom., M.Si.
BACA JUGA: Unika Atma Jaya Terjunkan Tim Tanggap Darurat ke Lokasi Gempa Cianjur
Kedua, guru besar bidang Ilmu Psikologi dari Fakultas Psikologi, Prof. Dr. Clara R.P. Ajisuksmo, M.Sc, Psikolog.
Mereka menjadi profesor yang ke-23 dan ke-24 bagi Unika Atma Jaya.
BACA JUGA: Guru Besar Hukum USU Sebut Pelabelan BPA Galon Tidak Ada Urgensinya
Pengukuhan dilakukan langsung oleh Rektor Unika Atma Jaya Dr. A. Prasetyantoko di Auditorium Y15, Kampus I Semanggi, Unika Atma Jaya, Jumat (2/12).
Rektor Prasetyantoko mengatakan pengukuhan dua guru besar baru menambah energi bagi Unika Atma Jaya untuk makin mengembangkan kualitas mutu akademik dalam situasi pascapandemi dengan dua disiplin ilmu yang saling mendukung. Selain itu, lanjut dia, juga melengkapi penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat.
BACA JUGA: Unej Kukuhkan Guru Besar Termuda Ilmu Perundang-undangan di Indonesia
“Peran lembaga pendidikan tinggi yang cukup penting adalah menghasilkan berbagai hasil penelitian dan kajian yang dapat memberikan manfaat bagi perbaikan standar kehidupan umat manusia," kata Rektor Prasetyantoko.
Dia menambahkan penelitian dan kajian juga dilakukan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan produktif untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hal ini makin relevan jika dikaitkan dengan posisi tawar dan daya saing suatu bangsa.
“Daya saing saat ini ditentukan oleh inovasi teknologi dan penggunaan pengetahuan secara maksimal," kata ekonom ini.
Menurutnya, kemampuan untuk mengembangkan, menghasilkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan melalui riset yang unggul, sangat penting dalam meningkatan competitive advantage suatu bangsa.
Pada kesempatan tersebut, Prof. Weli membawakan orasi ilmiah tentang Kurikulum Sistem Informasi Akuntansi dalam Era Smart Society 5.0 untuk Akuntan Profesional Berkelanjutan.
Dalam penelitian Prof. Weli di bidang ilmu ekonomi isu disrupsi profesi akuntan yang diprediksi akibat transformasi digital pada era revolusi industri 4.0, sebenarnya merupakan peluang besar bagi seluruh insan pendidikan akuntansi.
Kemajuan teknologi seharusnya membuat akuntan menjadi lebih mampu memenuhi keinginannya dalam bekerja.
Dalam presentasinya, dia mengungkap, perangkat teknologi informasi terkini memampukan pekerjaan akuntan tradisional yang kompleks menjadi lebih mudah dikerjakan, bahkan mampu diselesaikan dalam waktu lebih cepat.
Oleh karena itu, calon akuntan perlu memiliki kompetensi knowledge dan skill teknologi digital, serta attitude dan value agar dapat bersinergi dalam era Smart Society 5.0.
“Setiap mahasiswa akuntansi dipersiapkan untuk memiliki potensi sebagai pusat inovasi yang memanfaatkan teknologi demi mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan Smart Society 5.0," terangnya.
Oleh karena itu, kata Prof. Weli, perlu softskill yang mengimbangi hardskill mahasiswa akuntansi, yaitu kemampuan untuk kolaborasi, presentasi, diskusi dan mempertahankan pandangannya, attitude yang baik, kepemimpinan, fleksibel di samping kemampuan untuk memecahkan masalah serta membangun argumen.
Orasi ilmiah selanjutnya dibawakan Prof. Dr. Clara mengenai pendidikan untuk anak marjinal yang tidak memarjinalkan.
Akibat kemiskinan keluarga, tidak semua anak dapat tepenuhi haknya di bidang pendidikan. Masih banyak anak usia sekolah yang tidak sekolah.
Jumlah anak laki-laki yang tidak sekolah lebih banyak daripada anak perempuan.
Hal ini karena anak laki-laki dari keluarga miskin sering kali sudah dilibatkan dalam kegiatan ekonomi untuk membantu menunjang kehidupan keluarga.
"Pada anak perempuan alasan putus sekolah lebih banyak karena menikah. Juga kenyataan bahwa penduduk yang bekerja didominasi oleh tamatan SD ke bawah," ungkap Prof. Clara.
Dia mengatakan kualitas sumber daya manusia Indonesia masih sangat rendah.
Mutu SDM Indonesia belum dapat memenuhi standar kemampuan yang menjawab kebutuhan pasar kerja.
Selain itu, jumlah lulusan sekolah yang menjadi pencari kerja tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia di masyarakat.
Pendidikan kewirausahaan yang terintegrasi dengan pendidikan karakter merupakan satu program pendidikan yang tidak memarjinalkan.
"Hal ini karena dengan pendidikan kewirausahaan anak marjinal dapat mandiri secara ekonomi dan membantu kemiskinan keluarga. Pendidikan karakter tercakup di dalamnya," kata Prof. Clara.
Menurut Prof. Clara, metode pendidikan kewirausahaan yang terintegrasi dengan pendidikan karakter seharusnya menggunakan pendekatan tiga pilar, yaitu pengetahuan dan keterampilan –mengalami– refleksi.
“Untuk evaluasi hasil belajar, pendekatan personel untuk mendengarkan secara aktif terkait proses pencapaian keberhasilan lebih penting daripada ijazah atau sertifikat. Hal ini penting khususnya di tengah situasi pandemi Covid-19 yang melanda secara global,“ ungkap Prof. Dr. Clara.
Sejalan dengan itu, Unika Atma Jaya salah satunya memiliki Atma Jaya Incubator Business (AJIB) merupakan program yang tepat untuk mengatasi masalah kewirausahaan di kalangan mahasiswa.
AJIB merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri dalam dunia kewirausahaan dan bisnis. (esy/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Mesyia Muhammad