jpnn.com, JAKARTA - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Tahar menilai berbisnis dan beribadah bisa berjalan beriringan tanpa menimbulkan masalah.
Konsep itu kini dikenal sebagai Social Entrepreneuership. Keuntungan dari bisnis yang halal dapat digunakan untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
BACA JUGA: Demi Pendidikan Indonesia, Ulama Kondang Ini Rela Tinggalkan Posisi Penting di Mekkah, Siapa Dia?
“Orang berbisnis untuk mencari keuntungan secara normal, tetapi dari keutungan tersebut digunakan untuk memecahkan masalah sosial. Itulah yang dinamakan Social Entrepreneurship,” jelas dia dalam talkshow Inspirasi Ramadan yang diselenggarakan BKN PDI Perjuangan, Kamis (28/4).
Archandra menjelaskan konsep Social Entrepreneurship sudah ada pada masa Khalifah Utsman Bin Affan.
BACA JUGA: Saking Cintanya dengan Tanah Air, Ulama Bertaraf Internasional Ini Sampai Rela Berjihad
Saat itu, Utsman membeli sumur dari seorang Yahudi. Kemudian, sumur itu boleh diambil airnya secara gratis. Tujuan Khalifah Utsman mengelola sumur untuk membantu kaum duafa, fakir miskin, dan anak yatim.
Sebelumnya, sumur tersebut dikomersialkan oleh orang Yahudi.
BACA JUGA: Buat Ulama Hobi Memaki Pemerintah, Simak Cara ala Muhammad SAW yang Dipopulerkan Guru Sekumpul
Alumnus Texas A&M University Ocean Engineering itu menerangkan hal itu mirip konsep social entrepreneurship campaign. Di mana berbisnis menyelesaikan masalah sosial.
Orang atau konsumen ketika membeli produk yang dijual, terdapat keuntungan yang didonasikan. Dengan begitu, secara tidak langsung morel akan tersentuh. Sebab, konsumen beranggapan bahwa saat membeli produk, mereka juga ikut membantu atau bersedakah kepada orang lain. Konsep bisnis ini mendapatkan profit sekaligus beramal.
“Konteks social entrepreneurship di Indonesia mempertimbangkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh terdapat restoran yang mempersilakan pembelinya untuk membayar atau bahkan tidak membayar sama sekali. Tujuannya adalah untuk memecahakan permasalahan kebutuhan makan sehari-hari, sehingga bagi yang memiki uang akan dengan sendirinya membayar, namun bagi yang tidak memiliki sebagai bentuk sedekah," kata dia.
Komisaris Utama PT PGN itu melanjutkan Allah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba. Salah satu bentuk berbis adalah syirkah atau joint venture, yakni terdapat beberapa pemodal sekaligus melakukan usaha.
Kedua mudarabah atau bagi hasil, terdapat pemodal dan pengelola. tersebut. Bentuk ketiga murabahah, jenis akad jual beli syariah dengan pertambahan laba yang disepakati kedua belah pihak.
Menurut Archandra, ketiga bentuk usaha itu merupakan cara bisnis sesuai syariat Islam.
Di sisi lain, eks Wakil Komisaris Utama PT Pertamina itu menilai anak muda yang ingin mengembangkan bisnis selaras dengan ajaran Islam, bisa memulai dengan minat dan bakat.
Dia tidak menyarankan anak muda menjalani usaha dengan memaksakan diri. Sebab, usaha yang dikembangkan akan cepat bosan dan tidak mendapatkan kepuasaan dalam mengerjakan bisnis tersebut.
“Perkembangan bisnis dengan teknologi sangat cepat, bagi anak muda, jangan takut gagal. Karena keunggulan anak muda memiliki naluri dan tekad yang kuat, sehingga saat masih muda tetap dalam rangka berusaha, masih bisa mencoba-coba, insyallah nanti ada usaha yang sesuai passion dan bisa berhasil,” pungkas Archandra Tahar. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ulama di Sumsel Minta Sandiaga Uno Jadi Presiden 2024, Ini Alasannya
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga