Mahasiswa internasional akan diizinkan mengambil lebih banyak jam kerja untuk membantu mengurangi kekurangan pekerja karena wabah COVID-19 Omicron Australia.
Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan pemerintah federal akan menghapus batas jam kerja bagi pemegang visa pelajar yang sebelumnya hanya diizinkan bekerja selama 40 jam per dua minggu.
BACA JUGA: Menteri Imigrasi Australia Batalkan Visa Novak Djokovic
Kebijakan ini memungkinkan mahasiswa internasional untuk bekerja di beberapa tempat yang berbeda tanpa batas waktu.
Bulan Mei tahun lalu batas kerja empat puluh jam untuk pemegang visa pelajar internasional juga telah dicabut untuk sektor pariwisata dan perhotelan.
BACA JUGA: Dunia Kerja Sangat Berbeda dengan Bangku Kuliah, Kartu Pra-Kerja Sangat Dibutuhkan
PM Morrison mendorong siswa internasional untuk kembali ke Australia, dan backpacker juga diizinkan masuk ke negara itu dengan visa liburan kerja (work and holiday visa), dengan syarat mereka telah divaksinasi penuh.
Ada kekurangan pekerja di industri distribusi dan manufaktur makanan baru-baru ini karena sejumlah besar pekerja harus diisolasi menyusul lonjakan kasus virus corona.
BACA JUGA: Kemendikbudristek: Digital Export Jadi Galeri Produk Ekspor Karya Mahasiswa
Mereka yang bekerja di layanan darurat dan distribusi makanan di negara bagian New South Wales dan Queensland yang berstatus kontak erat diperbolehkan meninggalkan isolasi untuk bekerja, jika mereka tidak memiliki gejala apa pun.
Kontak berisiko tinggi, seperti orang yang hidup dengan kasus positif COVID-19, harus menjalani tes antigen cepat pada hari kedua hingga hari keenam masa isolasi.
Mulai Rabu (19/01) pekan depan, pekerja Victoria yang bekerja di sektor layanan darurat, pendidikan, gas, listrik, dan air, fasilitas tahanan, serta transportasi dan angkutan, bisa dibebaskan dari aturan isolasi sebagai kontak dekat.
Pengecualian untuk sektor tersebut merupakan perluasan dari kebijakan sebelumnya yang hanya berlaku untuk pekerja kesehatan serta distribusi makanan dan minuman.
Panel kesehatan top Australia merekomendasikan para pemimpin negara bagian dan wilayah agar mempertimbangkan perluasan jumlah pekerja yang diizinkan meninggalkan isolasi. Mahasiswa internasional menyambut baik
Malvin Geonardo adalah mahasiswa Indonesia jurusan manajemen sumber daya manusia dan bekerja sebagai tukang bangunan paruh waktu di Sydney.
Dia mengatakan dia senang mendengar pembatasan waktu kerja akan dihapus.
Dia telah bekerja di perusahaan bangunan selama 20 jam per minggu selama dua tahun terakhir.
Dengan kebijakan baru ini, menurut Malvin, ia bisa bekerja lebih lama.
Selain itu, kemungkinan besar akan ada mahasiswa internasional lain, yang sebelumnya sudah bekerja di tempat lain dan tidak bisa mengambil pekerjaan tambahan karena tersandung izin batas waktu, kini bisa bekerja di tempat kerjanya.
"Saya senang dengan peraturan baru ini karena ini berarti teman-teman [mahasiswa internasional] saya dapat bekerja lebih lama dan saya tidak perlu mengerjakan terlalu banyak hal di tempat kerja," katanya.
"Sejak tenaga kerja berkurang, saya banyak bekerja ekstra, jadi saya senang mengetahui bahwa pekerjaan itu akan ditangani oleh orang lain."
Dia mengatakan banyak pekerja kembali ke negara asal mereka setelah lockdown pertama Sydney, yang berarti perusahaan tempat dia bekerja telah berjuang untuk mendapatkan pekerja.
CEO Australasian Convenience and Petroleum Marketers Association (ACAPMA), Mark McKenzie mengatakan kepada ABC bahwa keputusan pemerintah tersebut adalah kabar baik bagi pemilik pompa bensin.
"Perpanjangan jam akan memberikan kelegaan besar dalam tekanan yang saat ini kami alami terkait kebutuhan tenaga kerja," kata Mark.
Menurut Mark, antara 10 sampai 12 persen pekerja di industri ritel bensin harus diisolasi karena COVID-19, sekitar setengahnya terinfeksi virus corona dan setengahnya lagi karena mereka melakukan kontak erat.
"Situasi industri bahan bakar sangat berbeda dengan industri bahan makanan. Apa yang kami lakukan adalah untuk menangani masalah ini karena kurangnya tenaga kerja." Tekanan baru untuk mahasiswa internasional
Presiden Dewan Siswa Internasional Australia (CISA) Oscar Zi Shao Ong mengatakan banyak siswa akan menyambut baik keputusan pemerintah.
Namun, Oscar mengatakan mahasiswa internasional sudah menghabiskan sekitar 40 jam seminggu di universitas, menghadiri kuliah, tutorial dan mengerjakan tugas.
Dia mengatakan menggabungkan beban kerja yang lebih besar pada siswa internasional untuk mengisi kekurangan pekerja akan memberi tekanan tambahan pada siswa yang sudah berusaha memenuhi tenggat waktu universitas.
"Pertanyaan terbesarnya adalah, mahasiswa internasional datang ke sini untuk belajar, jadi jika Anda meminta mereka untuk sepenuhnya bekerja sebagai pekerja terampil, haruskah mereka mendapatkan visa yang berbeda daripada visa pelajar?"
Ia mengatakan mahasiswa internasional, terutama mahasiswa baru yang baru tiba di Australia baru-baru ini, mungkin juga tidak menyadari perubahan aturan dan persyaratan belajar.
"Saya pikir ini situasi yang sangat berbahaya bagi mereka karena mereka tidak akan mendapatkan saran yang benar," katanya.
Menurut Oscar, membuat siswa internasional bekerja lebih banyak dapat menempatkan mereka pada risiko yang lebih tinggi terkena COVID-19.
"Lalu siapa yang akan bertanggung jawab untuk merawat mereka, jika siswa internasional jatuh sakit?"
Artikel ini juga tersedia dalam bahasa Inggris dan bisa dibaca di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pindah dari Indonesia Tanpa Bisa Bahasa Inggris, Gabrielle Bisa Bertahan Berkat Bantuan Temannya