jpnn.com, JAKARTA - PT Bayer Indonesia bersama para pakar klinis di bidang endometriosis lintas negara menerbitkan pedoman konsensus baru.
Pedoman tersebut ialah 'Diagnosis Klinis dan Penatalaksanaan Medis Dini untuk Endometriosis: Konsensus untuk Asia'.
BACA JUGA: Bu Neng Eem Imbau Perempuan Harus Cerdas, Agar Bisa Mandiri
Endometriosis adalah kondisi ketika endometrium tumbuh di luar dinding rahim. Pada kondisi ini, endometrium dapat tumbuh di indung telur (ovarium), lapisan dalam perut (peritoneum), usus, vagina, atau saluran kemih.
Endometrium adalah jaringan yang melapisi dinding rahim. Sebelum menstruasi, endometrium akan menebal untuk menjadi tempat menempelnya sel-sel telur yang telah dibuahi. Bila sel telur tidak dibuahi, endometrium akan luruh, kemudian keluar dari tubuh sebagai darah menstruasi.
BACA JUGA: Di Depan Petugas, 3 Perempuan Bakar Rumah Sendiri
Dengan pedoman tadi, penanganan endometriosis bisa lebih cepat dan mendapatkan hasil lebih optimal.
Endometriosis saat ini masih menjadi tantangan di Asia karena keterlambatan diagnosis yang rata-rata mencapai tujuh sampai sepuluh tahun.
BACA JUGA: Kata Cak Imin Tentang Perempuan dan Olahraga
Pedoman ini sejalan dengan tata laksana terbaru yang diterbitkan oleh European Society of Human Reproduction and Embryology (ESHRE) pada 2022, yang menjelaskan praktik terbaik penanganan perempuan pengidap endometriosis.
Head of Medical Dept-Pharmaceuticals PT Bayer Indonesia Dewi Muliatin Santoso mengatakan endometriosis menyerang sepuluh persen perempuan usia produktif di seluruh dunia.
Saat ini, lanjut Dewi, kasus serius masih terjadi di tingkat global dan regional.
"Dengan meningkatkan standar diagnosis dan pengobatan di Asia, kami berharap mereka dapat memberikan hasil yang terbaik bagi pasien,” kata Dewi pada Selasa (29/3).
Bukan hanya menimbulkan dampak negatif bagi ekonomi Asia akibat perawatan medis dan bedah yang tinggi, endometriosis juga menimbulkan beban serius bagi kesehatan fisik dan mental pada perempuan.
Kasus endometriosis di Asia juga diperparah oleh lambatnya perempuan dalam mencari diagnosis dan pengobatan awal akibat berbagai miskonsepsi.
Misalnya, banyak perempuan yang mengabaikan nyeri pinggul saat menstruasi padahal nyeri itu bisa memiliki kemungkinan endometriosis yang menyebabkan infertilitas.
Untuk itu, Bayer bertekad untuk mengedukasi dan mendorong perempuan agar mendapatkan pengobatan sedini mungkin.
"Dilatarbelakangi hal ini, Bayer meluncurkan kampanye #DontLiveWithPain untuk mendorong perempuan mencari intervensi dan perawatan dini dan berhenti menderita dalam diam karena mengira nyeri haid adalah suatu hal yang normal," tutur Dewi.
Kampanye tersebut menjelaskan dampak negatif endometriosis terhadap kehidupan sosial dan pribadi perempuan.
Selain itu, kampanye #DontLiveWithPain itu juga menjelaskan gejala-gejala umum endometriosis agar perempuan bisa mendeteksi kemungkinan adanya penyakit itu.
“Meskipun pedoman endometriosis untuk Asia dapat memandu dokter guna merekomendasikan opsi perawatan yang berfokus pada pasien, kami juga perlu memanfaatkan platform yang tepat untuk mengedukasi perempuan perihal endometriosis," ujar Dewi.
Hal itu mendorong perempuan untuk berani bicara tentang nyeri haid yang dialami sehingga bisa mendapatkan pengobatan dini.
Dewi menjelaskan upaya ini menjadi bukti komitmen berkelanjutan Bayer dalam mendukung penyedia layanan kesehatan pasien endometriosis. (mcr9/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPPI Kejar Target Kuota Perempuan di Senayan, Semoga Berhasil
Redaktur : Adek
Reporter : Dea Hardianingsih