Urusan Solar, Khawatir Nelayan Adu Jotos

Sabtu, 09 Agustus 2014 – 07:52 WIB

jpnn.com - TEGAL - Aturan pembatasan atau pengurangan kuota solar nelayan sebanyak 20 persen di SPBN, berpontensi menyulut amarah nelayan Kota Tegal. Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) mengkuatirkan adanya konflik antar nelayan yang berujung saling adu jotos.

Ketua PNKT H Eko Susanto mengatakan, dengan antrian panjang dan waktu lama untuk bisa mendapatkan solar pada saat sekarang, kerap terjadi adu mulut antar satu nelayan dengan nelayan lainnya.

BACA JUGA: 240 Rumah Karaoke di Dolly-Jarak Ilegal

"Sementara ini, kami masih bisa melarai dan meredam itu," katanya, Jumat (8/8).

Dikatakan, potensi konflik antar nelayan akan menjadi lebih banyak lagi. Bahkan dia kuatir, konflik tersebut tidak hanya sekadar adu mulut, tetapi meningkan jadi adu jotos.

BACA JUGA: Jembatan Comal Ambles Lagi

"Hal tersebut sangat mungkin terjadi apabila kuota solar nelayan dikurangi 20 persen."

Oleh karena itu, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dampak dari pembatasan solar, Eko menegaskan, PNKT melayangkan surat ke Pertamina, yang intinya menolak kebijakan Surat Edaran (SE) BPH Migas tentang pembatasan solar bersubsidi.

BACA JUGA: Sinar Api Gunung Slamet Makin Ngeri

Dia juga menilai kebijakan pemerintah kurang tepat apabila diterapakan dalam waktu dekat ini. Alasannya, pascaa Lebaran hampir semua kapal menumpuk di Pelabuhan dan akan kembali siap berangkat. Tetapi lantaran kuotanya kurang, nelayan kesulitan dan harus menganggur lebih lama lagi.

Eko mengaku lebih memilih apabila pemerintah menaikan harga solar, bukan mengurangi kuotanya. Dengan catatan, harga naik secara bertahap, tidak serta merta subsidi dihilangkan. "Misalkan enam bulan sekali harga dinaikan. Atau dalam setahun ada bebeberapa kali harga solar naik," tandasnya.

Penuturan senada disampaikan Warlan (47), seorang nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Tegal Barat. Saking kesalnya pada kebijakan pengurangan kuota solar bersubsidi, dia justru meminta pemerintah agar sekalian menghapus subsidi solar.

"Hapus sekalian subsidi solar, asal pasokannya lancar dan kebutuhan solar untuk nelayan dipenuhi sesuai permintaan," tegasnya.

Disebutkan, satu kapal cantrang membutuhkan 8.000 liter solar untuk melaut selama sebulan. Lantaran kuota solar bersubsidi di SPBN dikurangi. Kapal cantrang hanya mendapat jatah 4.000 liter solar.

"Karena itu kami hanya bisa melaut selama dua pekan. Setelah mendarat harus antri lagi di SPBN selama satu bulan untuk mendapatkan jatah solar."

Ditanya apakah dengan harga non subsidi nelayan mampu menebusnya? Warlan mengaku, keuntungan nelayan kalau bisa melaut selama satu bulan jauh lebih besar daripada hanya dua pekan dengan solar bersubsidi. "Sama juga bohong kalau solarnya murah, tapi waktu nganggurnya lama."

Sementara itu Bendahara Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Tasman mengungkapkan pendapat pribadinya. Apa yang disampaikan nelayan terkait solar non subsidi cukup bagus. "Itu demi kelancaran nelayan sendiri. Kalau harga solar disamaratakan, tidak ada lagi penyelewengan," katanya. (adi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SPTJM Honorer K2 Ditenggat September


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler