JAKARTA - Jika rencana amandeman Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terealisasi, maka masalah usul pemakzulan bukan lagi hanya menjadi domian DPRDPD pun berhak mengusung pemakzulan
BACA JUGA: Munas Tandingan PPRN Dianggap Liar
Jika perlu, tanpa menunggu usulan dari DPR maka kalangan senator bisa mengusulkan pemakzulan Presiden ke MPR
BACA JUGA: DPRD Papua Barat Tak Berhak Buka Pendaftaran Calon
"Salah satunya, yakni pasal 7A yang mengatur masalah pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden,” kata Bambang kepada wartawan, Senin (21/3)Pada Pasal 7A UUD’45 disebutkan, "Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat…’
Dalam amandemen versi DPD, padal 7A itu dirubah menjadi "Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Dewan Perwakilan Daerah..’
Apa maksudnya DPD mengusung amandemen? Menurut Bambang, hal itu dilakukan dalam rangka menciptakan sistem bikameral yang efektif dengan menempatkan DPR dan DPD sebagai lembaga yang harus saling melengkapi dan menguatkan
BACA JUGA: Pengamat Sarankan Elit PKS Segera Bertobat
“Bicara MPR, tentu tidak bisa mengabaikan keberadaan DPD yang juga masuk dalam keanggotaanUntuk menciptakan bikameral yang efektif, maka DPD harus terlibat dalam usulan,” ujar anggota DPD dari Bengkulu iniSecara teoritis, lanjut Bambang, bisa saja pada awalnya dua lembaga yang mengajukan usulan pemakzulanTetapi dalam perjalanan selanjutnya, sambung Bambang, satu lembaga pun berhak mengajukan usulan tersebut
“Sepanjang memenuhi persyaratan, usulan pemakzulan tetapi bisa dilanjutkan atas usul satu lembaga sajaJadi, tidak menunggu DPR, kami pun di DPD juga bisa mengusulkan usulan pemakzulan ke MPR,” ujarnya
Sementara Ketua Panita Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD, I wayan Sudirta menegaskan, usulan perubahan yang dilakukan lembaganya ini bukanlah untuk melemahkan peran dan fungsi dari DPRSebab dalam sistem ketatanegaraan, lanjutnya, dua lembaga yakni DPD dan DPR itu harus bisa saling melengkapi dan memperkuat demi terciptanya check and balances.
“Ibarat tubuh, meskipun sudah memiliki mata kanan, tetap peran dan keberadaan dari mata kiri pun masih diperlukanInilah yang sebenarnya menjadi semangat amandemen UUD’45 yang ingin dilakukan DPD,” ujarnya, kemarin
Sebab, baik DPD maupun DPR, lanjut Sudirta, tidak mengharapkan produk legislasi yang dibuat akan merugikan suatu kelompok mana pun karena ketidaksempurnaan dalam pembahasannyaKarena menurut Sudirta, ada 84 undang-undang yang pernah di buat DPR masih ada kekurangan, sehingga merugikan daerah
Namun anggota DPR dari Fraksi PDIP, Eva Kusuma Sundari, menilai bahwa saat ini amandemen kelima UUD’45 belum perlu dilakukanLebih baik, kata Eva, semua fokus memantapkan substansi demokrasi daripada sibuk mengurusi yang prosedural.
Eva mengatakan, tahapan prosedural demokrasi harus dilanjutkan ke pendewasaan demokrasi sehingga mampu mewujudkan substansi demokrasi, yaitu kesejahtaraan rakyatNamun saya menghargai upaya-upaya yang dilakukan DPD“Hak setiap pihak untuk memperjuangkan kepentingannya melalui amendemen UUD,” katanya
Untuk diketahui, saat ini DPD sudah memasuki tahap finalisasi untuk melakukan amandemen UUD’45Untuk menyusun rancangan amandemen itu, DPD mengaku sudah melakukan kajian dengan berbagai pakar dan juga melibatkan 75 perguruan tinggi di seluruh Indonesia(dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejar Kesejahteraan, Elit PKS Korbankan Kader
Redaktur : Tim Redaksi