jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Bumi Asia Raya Ahmad Maulana pada Selasa (12/11).
Dia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait Pengadaan Alat Pelindung Diri pada Kementerian Kesehatan menggunakan Dana Siap Pakai pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun anggaran 2020.
BACA JUGA: Heboh Pengedar Simpan Kokaina di Tempat Kue, Polisi Langsung Bergerak
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jl Kuningan Persada Kav. 4, atas nama AM," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya.
Belum diketahui materi pemeriksaan yang ingin didalami penyidik kepada saksi tersebut.
BACA JUGA: KPK Panggil Hakim Yustisial MA terkait Kasus Mafia Hukum
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana Kamis (3/10).
Budi ditahan seusai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19.
BACA JUGA: KPK Menyita Dokumen Kasus Korupsi Bansos Presiden dari Teddy Munawar dan Steven Kusuma
Selain Budi, KPK juga menahan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia Satrio Wibowo. Sementara satu tersangka lainnya, yakni Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik belum ditahan.
Pada Maret 2020, Direktur Utama (Dirut) PT Yonsin Jaya Shin Dong Keun mewakili para produsen APD menunjuk PT Permana Putra Mandiri sebagai distributor resmi APD selama dua tahun. Pada 20 Maret 2020 atau awal pandemi Covid-19, Kemenkes melalui Pusat Krisis Kesehatan pada awal membeli APD sebanyak 10 ribu unit dari PT Permana Putra Mandiri dengan harga Rp 379.500 per set.
Keesokan harinya atau 21 Maret 2020, TNI atas perintah kepala BNPB pada saat itu mengambil APD dari produsen APD milik PT Permana Putra Mandiri di Kawasan Berikat, dan langsung mendistribusikan ke sepuluh provinsi dengan tidak dilengkapi dokumentasi, bukti pendukung, dan surat pemesanan.
Pada 22 Maret 2020, Shin Dong Keun dan Satrio Wibowo menandatangani kontrak kesepakatan sebagai authorized seller APD sebanyak 500 ribu set dengan nilai tergantung nilai tukar dollar saat pemesanan.
Selanjutnya, PT Permana Putra Mandiri dan PT Energi Kita Mandiri menandatangani kontrak kerja sama distribusi APD, dengan margin 18,5 persen diberikan kepada PT Permana Putra Mandiri.
Mantan Sestama BNPB yang juga kuasa pengguna anggaran BNPB saat itu Harmensyah bernegosiasi dengan Satrio Wibowo agar harga APD diturunkan dari USD60 menjadi USD50.
Penawaran tersebut tidak mengacu pada harga APD dengan mereka yang sama yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya, yaitu sebesar Rp 370 ribu per set.
Dalam rapat juga disimpulkan PT Permana Putra Mandiri akan menagih pembayaran atas 170 ribu set APD yang didistribusikan TNI dengan harga USD50 per set atau sekitar Rp 700 ribu. Pada 25 Maret 2020, PT Energi Kita Indonesia dan PT Yonsin Jaya memesan 500 ribu set APD dengan menyerahkan giro Rp 113 miliar bertanggal 30 Maret 2020.
Dokumen kepabean dan dokumen lain sengaja menggunakan data PT Permana Putra Mandiri karena PT Energi Kita Indonesia tidak mempunyai izin penyaluran alat kesehatan, tidak memiliki gudang, dan Non-PKP.
Pada 27 Maret 2020, Saudara Satrio menghubungi kepala BNPB pada saat itu, di antaranya untuk segera dilakukan pembayaran terhadap 170 ribu APD yang diambil TNI. "Dan meminta diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea," papar Asep.
Atas permintaan itu, pembayaran pertama sebesar Rp 10 miliar dilakukan pada 27 Maret 2020 dari bendahara BNPB kepada rekening BNI PT PPM. Padahal, saat itu belum ada kontrak ataupun surat pesanan. Pembayaran kedua sebesar Rp 109 miliar dilakukan pada 28 Maret 2020 dari PPK Puskris Kemenkes kepada rekening BNI PT PPM.
Di sisi lain, Budi Sylvana baru ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk pengadaan APD di Kementerian Kesehatan pada 28 Maret 2020. "Sedangkan surat keputusan penunjukan tersebut dibuat backdate tertanggal 27 Maret 2020," ungkapnya.
Pada rapat itu juga diterbitkan surat pemesanan APD dari Kemenkes kepada PT Permana Putra Mandiri sejumlah 5 juta set dengan harga satuan USD48,4, yang ditandatangani Satrio Wibowo.
Tak hanya itu, dalam surat tersebut tidak terdapat spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan pekerjaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak secara teperinci. Selain itu, surat pemesanan tersebut ditujukan kepada PT Permana Putra Mandiri, tetapi PT Energi Kita Indonesia turut menandatangani surat tersebut.
Selanjutnya, pada 15 April 2020, Kemenkes memberikan surat pemberitahuan kepada PT Permana Putra Mandiri yang menyebut PT Permana Putra Mandiri telah mengirimkan 790 ribu set APD dari total juga set APD yang sudah dipesan hingga 15 April 2020. Pada 7 Mei 2020 dilakukan negosiasi ulang harga dengan harga yang disepakati bervariasi.
Untuk 503.500 set APD yang dikirim 27 April 2020 hingga 7 Mei 2020 disepakati harga Rp366.850. Kemudian, barang yang dikirim setelah 7 Mei 2020 dengan harga Rp 294.000. Secara total, Kemenkes menerima 3.140.200 set APD hingga 18 Mei 2020.
"Atas pengadaan tersebut, audit BPKP menyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319 miliar," katanya.
KPK menjerat ketiga tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Paman Birin Pimpin Apel, KPK Sebut Tim Sedang Bekerja
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga