jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi terus melakukan penyidikan kasus dugaan rasuah yang melibatkan Wali Kota nonaktif Bekasi, Jawa Barat Rahmat Effendi.
Penyidik lembaga antikorupsi itu hari ini memanggil Direktur RSUD Kota Bekasi Kusnanto.
BACA JUGA: KPK Sita Duit Suap Wakot Rahmat Effendi dari Ketua DPRD Bekasi
Direktur itu akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi yang melibatkan Rahmat Effendi.
“Hari ini, Kusnanti diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RE,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (2/2).
BACA JUGA: KPK Kejar Aset Rahmat Effendi yang Dibeli Pakai Duit Suap
Selain Kusnanto, Ali menambahkan, KPK juga memanggil lima saksi lain.
Para saksi itu, yakni Kepala Bidang Pertanahan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan) Kota Bekasi Heryanto, Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Kota Bekasi Rina Oktavia, dan Staf Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemerintah Kota Bekasi Lani Sundari.
BACA JUGA: Terima Rp 200 Juta dari Wali Kota Rahmat Effendi, Ketua DPRD Sebut Bukan Suap, Tetapi
Kemudian, Dicky Gesti Ardiansyah selaku karyawan swasta dan Novel selaku wiraswasta.
Seperti diketahui, Rahmat Effendi merupakan salah satu tersangka korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Adapun KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi itu.
Sebagai penerima suap, yakni Rahmat Effendi, Sekretaris DPMPTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).
Pemberi suap, yakni Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
KPK menjelaskan Pemkot Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp 286,5 miliar.
Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di Kecamatan Rawalumbu Rp 21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 Rp 25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji Rp 21,8 miliar.
Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar. Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi.
Rahmat Effendi diduga memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu, serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.
Uang diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin. Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait dengan posisi jabatan yang diembannya. U
ang tersebut diduga untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi. Ada pula tindakan korupsi terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy