Usut Kasus Korupsi UMKM Fiktif, KPK Periksa Menteri era SBY Ini

Rabu, 04 Januari 2023 – 10:55 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua MPR RI Syariefuddin Hasan, Rabu (4/1). Ilustrasi Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua MPR RI Syariefuddin Hasan, Rabu (4/1).

Politikus Partai Demokrat itu diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia periode 2009-2014 atau pada era Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

BACA JUGA: Reaksi Ketua KPK Firli Bahuri soal Tersangka Lukas Enembe Meresmikan Gedung

Pria yang akrab disapa Syarief Hasan itu diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi penyaluran dana bergulir fiktif oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) tahun anggaran 2012-2013 yang melibatkan tsk KD

"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan Kuningan Persada Kavling 4, Setiabudi, Jakarta Selatan," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya.

BACA JUGA: Kombes Nuredy Ungkap Pengakuan Pembobol Rumah Jaksa KPK, Oalah

Selain Syarief Hasan, KPK juga memanggil wiraswasta Endang Suhendar.

Baik Syarief dan Endang masing-masing diperiksa untuk tersangka Direktur LPDB-KUMKM periode 2010 - 2017 Kemas Danial (KD).

BACA JUGA: Kombes Nuredy Sebut Pencuri Barang Jaksa KPK Membuang Hasil Curian ke Sungai

Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi.terkait penyaluran dana oleh lembaga pengelola dana bergulir koperasi, usaha mikro kecil dan menengah (LPDB-KUMKM) di Provinsi Jawa Barat.

Empat tersangka itu Direktur LPDB-KUMKM periode 2010-2017 Kemas Danial (KD), Ketua Pengawas Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat Dodi Kurniadi (DK), Sekretaris II Koperasi Pedangan Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat Deden Wahyudi (DW), dan Direktur PT Pancamulti Niagapratama (PN) Stefanus Kusnadi (SK).

Kasus ini bermula sekitar 2012 saat Stefanus Kusnadi menemui Kemas Danial dan menawarkan Mall Bandung Timur Plaza (BTP) yang kondisi bangunannya belum selesai seratus persen.

Tawaran Stefanus agar Kemas dapat membantu dan memfasilitasi pemberian pinjaman dana dari LPDB-KUMKM. Kemas kemudian menyetujui penawaran tersebut dan merekomendasikan Stefanus untuk segera menemui Andra A. Ludin selaku Ketua Pusat Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat (Kopanti Jabar) agar bisa mengondisikan teknis pengajuan pinjaman dana bergulir melalui permohonan ke Kopanti Jabar.

Sesuai arahan Kemas, selanjutnya Andra A, Ludin meminta Dodi Kurnia mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp 90 miliar ke LPDB yang digunakan untuk pembelian kios di Mall BTP seluas 6 ribu meter persegi yang akan diberikan pada seribu pelaku UMKM.

Meski data pelaku UMKM yang dilampirkan tidak mencapai seribu orang dan diduga fiktif, tetapi tetap dipaksakan agar dana bergulir tersebut bisa segera dicairkan melalui pembukaan rekening bank yang dikoordinasi oleh Deden Wahyudi.

Agar penyaluran dana bergulir segera terealisasi, Kemas kemudian membuat surat perjanjian kerja sama dengan Kopanti Jabar tanpa mengikuti dan memedomani analisis bisnis dan manajemen resiko.

Kemudian untuk periode 2012 hingga 2013, telah disalurkan pinjaman dana bergulir pada 506 pelaku UMKM binaan Kopanti Jabar sebesar Rp 116,8 miliar dengan jangka waktu pengembalian selama 8 tahun.

Uang sebesar Rp 116,8 miliar tersebut seluruhnya kemudian di-autodebet melalui rekening bank milik Kopanti Jabar dan selanjutnya dibayarkan ke rekening bank PT PN milik Stefanus sebesar Rp 98,7 miliar.

Karena pengembalian pinjaman yang dapat dilakukan Stefanus hanya sebesar Rp 3,3 miliar dan masuk kategori macet sehingga Kemas mengeluarkan kebijakan untuk mengubah masa waktu pengembalian menjadi 15 tahun.

Kemas selanjutnya diduga menerima sekitar Rp 13,8 miliar dan fasilitas kios usaha ayam goreng di Mall BTP dari Stefanus. Sedangkan Dodi dan Deden, diduga turut menikmati dan mendapatkan fasilitas antara lain berupa mobil dan rumah dari Kopanti Jabar.

Akibat perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp 116,8 miliar.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengakuan Mengejutkan Maling yang Membobol Rumah Jaksa KPK, Oalah


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler