jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi Reny Hendrawati dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan barang, jasa, dan lelang jabatan di Pemkot Bekasi.
Reny dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi.
BACA JUGA: KPK Sinyalir Harta Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi tak Masuk Akal
Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan selain Reny, KPK juga memanggil 9 saksi lainnya untuk tersangka Rahmat Effendi.
Ke-9 saksi tersebut, yaitu Intan (karyawan swasta), Heryanto (Kabid Pertanahan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi), Makhfud Saifudin (Camat Rawalumbu), Nurcholis (Kepala BPBD), dan Lisda selaku Kasi BP3KB.
BACA JUGA: Berita Terkini Kasus Wali Kota Bekasi Nonaktif Rahmat Effendi, Ada Temuan Baru
Selanjutnya, Sherly dari pihak swasta/bagian keuangan PT Hanaveri Sentosa dan PT Kota Bintang Rayatri, Giyarto selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Andi Kristanto selaku ajudan Wali Kota Bekasi, dan Tita Listia dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A).
KPK total menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini.
BACA JUGA: Rahmat Effendi Ditangkap KPK, Ridwan Kamil Temui ASN Pemkot Bekasi
Sebagai penerima, yaitu Rahmat Effendi, Sekretaris DPMPTSP M Bunyamin, Lurah Jati Sari Mulyadi, Camat Jatisampurna Wahyudin, dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Sebagai pemberi, yakni Direktur PT ME Ali Amril, pihak swasta Lai Bui Min, Direktur PT KBR Suryadi, dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemkot Bekasi pada 2021 menetapkan APBD perubahan untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sebesar Rp 286,5 miliar.
Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar, dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, tersangka Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan.
Kemudian sebagai bentuk komitmen, dia juga diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk "sumbangan masjid".
Uang diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan Rahmat Effendi, yaitu Jumhana Lutfi yang menerima Rp 4 miliar dari Lai Bui Min, Wahyudin yang menerima Rp 3 miliar dari Makhfud Saifudin, dan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi sejumlah Rp 100 juta dari Suryadi.
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi yang pada saat dilakukan tangkap tangan tersisa uang sejumlah Rp 600 juta.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin. (antara/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi