jpnn.com, KUPANG - Sejumlah fraksi di DPRD Provinsi NTT menolak proyek pembangunan monumen Flobamora Rumah Pancasila yang menelan anggaran Rp 31 miliar lebih.
Fraksi-fraksi yang menolak di antaranya fraksi Gabungan Keadilan dan Persatuan, Fraksi Hanura, Fraksi PAN dan Fraksi Partai Demokrat.
BACA JUGA: Ibas: Kemesraan antara Pemerintah dan Rakyat Harus Dijaga
Anggota Fraksi Gabungan, Jefri Unbanunaek kepada Timor Express (Jawa Pos Group) di gedung DPRD NTT, Selasa (21/11), mengatakan proyek ini menjadi tanggung jawab Dinas Perumahan Rakyat. Sementara dinas ini juga dibebankan dengan proyek pembangunan gedung NTT Fair senilai Rp 50 miliar lebih.
Tak heran, pagu anggaran dinas ini mencapai Rp 92 miliar, terdapat Rp 83 miliar di antaranya hanya untuk dua proyek monumental tersebut. Sementara sisanya hanya Rp 8 miliar lebih untuk air bersih, jalan perkantoran dan pemukiman.
BACA JUGA: Sori, PT PP Sudah Tak Garap Proyek di Bawah Rp 200 Miliar
“Padahal NTT ini persoalan pokoknya adalah air bersih dan rumah layak huni tapi diabaikan,” kata Jefri.
Ia mengatakan, dinas ini tidak menjalankan visi dan misinya untuk membangun air bersih yang cukup dan juga rumah layak huni. Padahal salah satu indikator kemiskinan adalah rumah layak huni.
BACA JUGA: Lelang Proyek Embung Gede Bage Rawan KKN
“Bukannya menekan angka kemiskinan, malah 90 persen anggaran dipakai untuk bangun dua gedung ini. Ini sangat tidak bermanfaat,” katanya.
Selain itu, anggaran ini juga tidak dibahas di Badan Anggaran. “Jadi kami fraksi gabungan menolak pembangunan dua proyek ini karena masih banyak program prioritas yang butuh anggaran banyak,” kata politikus PKPI ini.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Hanura, Jimmi Sianto mengatakan fraksinya juga menolak pembangunan monumen Pancasila di Kupang Barat. Pasalnya, anggarannya sangat besar, yakni Rp 31 miliar lebih. Alasan Hanura, yakni setengah triliun rupiah anggaran terpakai untuk membiayai pemilihan gubernur. Belum lagi biaya untuk ribuan guru yang dilimpahkan dari kabupaten/kota ke provinsi.
Oleh karena itu, ia menilai pembangunan monumen Pancasila belum menjadi prioritas pada tahun anggaran 2018. “Kami setuju bangun tapi ditunda ke tahun 2019,” kata Jimmi.
Alasannya lainnya, yakni NTT masih bergelut dengan kemiskinan, dan juga pendidikan yang butuh perhatian. Oleh karena itu, alangkah bijaknya anggaran Rp 31 miliar itu dialokasikan untuk memberdayakan masyarakat, membangun infrastruktur, termasuk membangun sekolah-sekolah yang masih darurat. “Masih banyak sekolah yang berdinding bebak, kenapa itu tidak dibangun,” katanya.
Jimmi menambahkan, monumen Pancasila memang perlu, karena NTT adalah daerah lahirnya Pancasila. Selain itu, monumen ini juga kabarnya akan menjadi objek wisata di wilayah Kupang. Namun, ia kembali menegaskan, sebaiknya dianggarkan untuk tahun 2019, karena tahun ini APBD NTT cukup tersita untuk membiayai pilgub yang mendapai Rp 500 miliar.(JPG/sam)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korupsi Proyek TPT, Jaksa Jangan Berhenti di 5 Tersangka
Redaktur & Reporter : Friederich