Utang Valas Swasta Hampir Separo Cadangan Devisa

Jumat, 20 Maret 2009 – 08:18 WIB
JAKARTA- Bank Indonesia (BI) berjanji terus mewaspadai besarnya utang luar negeri swasta yang jatuh tempo tahun iniKewaspadaan itu terutama menyangkut besarnya potensi rollover (penjadwalan kembali) utang yang tidak bisa dilakukan secara penuh

BACA JUGA: PLN Kurangi Konsumsi Batu Bara

Tingginya permintaan dolar AS di pasar juga akan menekan nilai tukar rupiah

 
Deputi Gubernur BI Hartadi A

BACA JUGA: Dumping Tak Pengaruhi Ekspor

Sarwono menyebut, meski penarikan  utang masih lebih besar dibandingkan yang dibayar, BI akan tetap waspada
"BI tidak akan ambil risiko

BACA JUGA: Disaksikan KPK, Enam Kontraktor Migas Kembalikan USD 167 juta

Mungkin dalam proses rollover tidak penuh karena terkait kemampuan," kata Hartadi dalam seminar kemarin (19/3)
 
Menurut Hartadi, utang luar negeri swasta yang jatuh tempo pada 2009 mencapai USD 17,4 miliarJika ditambah trade financing USD 5,2 miliar, total berjumlah USD 22,6 miliar"Itu berdasar laporan mereka ke BIAda juga utang-utang jangka pendek yang jatuh tempo pada 2009, tapi belum dilaporkan kepada kita," tuturnya
 
Kebutuhan valuta asing (valas) atas utang luar negeri sektor korporasi cukup besarSebagai pembanding, cadangan devisa RI per 13 Maret lalu sebesar USD 53,9 miliarArtinya, utang valas swasta jatuh tempo itu hampir separo cadangan devisa
 
Hartadi merinci, 31 persen dari USD 17,4 miliar utang luar negeri swasta merupakan induk di antara perusahaan induk di luar negeri dengan afiliasi di IndonesiaUntuk utang seperti ini, kemungkinan rollover masih cukup besarBI berharap perusahaan induk itu masih sehat sehingga bersedia memberi utangTapi, BI tetap waspada dengan memonitor terus kesehatan perusahaan induk di luar negeri
 
"Kita akan pantau setiap bulan kemampuan dari perusahaan indukKita lihat, di Korea dan Amerika Latin, memang banyak perusahaan induk yang rugi dan tidak mau kasih utang," kata HartadiNamun, jika prospek perusahaan di Indonesia masih stabil, peluang rollover tersebut masih cukup terbuka
 
Hartadi juga menjelaskan, 57 persen korporasi yang berutang valas adalah perusahaan asing dan joint venture"Biasanya, perusahaan asing dan joint venture sudah mempunyai secure financing daripada perusahaan yang network-nya belum terlalu kuat," katanya
         
Tekan Rupiah
Analis pasar valas Farial Anwar mengakui bahwa kebutuhan pasar terhadap dolar AS sudah sangat besarKarena itu, BI harus bekerja keras menjaga nilai tukar rupiah agar tidak terus terpuruk"Jadi, permintaan besar sekali dan tidak ada suplainya," katanya
 
Berdasar kurs tengah BI, nilai tukar rupiah kemarin (19/3) mencapai Rp 11.900 per USD atau menguat dibandingkan sehari sebelumnya Rp 11.979 per USD
 
BI harus menjaga rupiah tidak tembus di level Rp 12.000 per USD"Kalau gagal, itu akan lari ke atasIka level ini tembus, akan berat bagi perekonomian RI," ujar Farial
 
Jika rupiah menembus Rp 12.000 per USD, akan ada kredit macet valuta asing yang luar biasa"Bayangkan, ketika dulu meminjam Rp 9.000 per USD, rugi kursnya sudah Rp 3.000," katanya.  (sof/dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Palembang dan Surabaya akan Kebagian Gas Bumi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler