UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Habib Aboe Minta Pemerintah Menganulir Penetapan UMK

Sabtu, 27 November 2021 – 11:40 WIB
Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsy. Foto: Humas DPR

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Habib Aboe Bakar Al Habsy meminta pemerintah menganulir penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2022 setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.  

Dia menjelaskan bahwa penetapan UMK 2022 itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang mana aturan tersebut merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. 

BACA JUGA: Habib Aboe: Putusan MK tentang UU Cipta Kerja Sejalan dengan Sikap PKS

“Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah pascaputusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian UU Cipta Kerja adalah menganulir penetapan UMK. Hal ini sejalan dengan amar putusan yang telab ditetapkan oleh MK,” kata Habib Aboe, Sabtu (27/11). 

Menurutnya, salah satu bunyi amar putusan MK menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja. 

BACA JUGA: Hinca: Putusan MK Tentang UU Cipta Kerja jadi Pelajaran Sangat Mahal Bagi Pemerintah

“Tentu ini wajib dipatuhi dan segera dilaksanakan oleh pemerintah,” ungkap ketua Mahkamah Kehormatan DPR RI itu. 

Habib Aboe menjelaskan UMK adalah kebijakan strategis dan berdampak luas sebagaimana dimaksudkan oleh MK. 

BACA JUGA: Kasbi Sebut MK Masih Kurang Tegas soal Uji Materi UU Cipta Kerja

Oleh karena itu, tegas dia, kebijakan UMK ini harus dianulir. 

Sebab, lanjut Habib Aboe, penetapan UMK 2022 didasarkan pada PP 36/2021, yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. 

Pada satu sisi, ujar dia, penetapan UMK dengan PP tersebut mendapat penolakan yang masif dari buruh. 

Pada sisi lain, legal standing penetapan UMK tersebut dianggap MK tidak konstitusional.

“Oleh karena itu, pemerintah wajib patuh terhadap putusan MK tersebut agar tidak menggunakan perhitungan UMK 2022 menggunakan PP 36 Tahun 2021,”  ujar Habib Aboe yang juga sekretaris jenderal Partai Keadilan Sejahtera (Sekjen PKS) itu. 

“Seharusnya, jika mengikuti amar putusan MK, maka pemerintah mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015 untuk menetapkan UMK 2022,” tuntas Habib Aboe.

Sebelumnya, MK memutuskan UU Cipta Kerja inskonstusional bersyarat atau bertentangan dengan UUD 1945.  

MK melihat terdapat kekurangan dalam pembuatan Undang-undang andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu, di antaranya proses pembentukannya. 

“Menyatakan pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UU Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan judicial review UU Cipta Kerja di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (25/11). (boy/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler