UU Dibatalkan, Indonesia Tetap Terikat Piagam ASEAN

Rabu, 20 Juli 2011 – 18:51 WIB

JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Linggawaty Hakim, menilai berlakunya Piagam ASEAN terhadap Indonesia tidak serta merta didasarkan pada pemberlakuan UU Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam ASEANPasalnya, pernyataan pengikatan diri Indonesia pada Piagam ASEAN didasarkan pada penyerahan Piagam Pengesahan kepada Sekretariat ASEAN seperti diatur Pasal 14 UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
      
“Karena itu, pemberlakuan Piagam ASEAN bagi Indonesia dan negara Asia Tenggara sepenuhnya ditentukan penerapan ketentuan Piagam ASEAN itu sendiri yang merupakan perjanjian internasional, bukan UU pengesahannya,” kata Linggawaty dalam pengujian Pasal 1 angka 5 dan Pasal 2 ayat 2 huruf n UU Pengesahan Piagam ASEAN di ruang sidang Gedung MK, Rabu (20/7).  

Ditegaskanya, materi muatan UU Pengesahan Piagam ASEAN hanya merupakan persetujuan pemerintah dan DPR untuk mengikatkan diri terhadap Piagam ASEAN

BACA JUGA: Sang Whistleblower Tewas di Kediaman

“Materinya sama sekali tidak untuk mengubah bentuk ketentuan Piagam ASEAN dari norma hukum internasional menjadi hukum nasional,” kata Linggawaty


Karenanya ia membantah dalih pemohon yang menyatakan bahwa kesepakatan free trade area yang didasarkan pada Piagam ASEAN

BACA JUGA: Sehari, Dua Kali Suu Kyi ke Makam Ayah

Sebab, AFTA, ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN- India Trade Area, ASEAN-Japan Free Trade Area, dan ASEAN-Australia/New Zealand Free Trade Area dibuat atas dasar perjanjian internasional secara terpisah sebelum Piagam ASEAN berlaku.

Karenanya, kata Linggawaty, kalaupun nantinya MK membatalkan UU tentang ratifikasi Piagam Asean maka perjanjian-perjanjian FTA yang telah ditandatangani Indonesia tetap berlaku dan mengikat
Apalagi, lanjutnya, Pasal 27 Konvensi Wina yang mengatur tentang Perjanjian Internasional menegaskan bahwa suatu pihak tidak dapat menggunakan hukum nasionalnya sebagai alasan pembenar atas kegagalannya melaksanakan perjanjian Internasional.

“Menurut hukum internasional, Indonesia tidak dapat menggunakan alasan pembatalan oleh Mahkamah sebagai alasan pembenar untuk tidak melaksanakan Pasal 1 angka 5 dan Pasal 2 ayat (2) huruf n

BACA JUGA: Di Depan Komite Parlemen, Murdoch Pilih Merendah

Jika Mahkamah mengabulkan permohonan ini, Indonesia secara hukum dalam posisi yang sangat sulitKarena itu pasal itu tidak bertentangan dengan UUD 1945," tandasnya.

Seperti diketahui, uji materi UU Nomor 38 Tahun 2008 diajukan oleh Aliansi untuk Keadilan Global diantaranya Institute for Global Justice, Serikat Petani Rakyat, Perkumpulan INFID, Aliansi Petani Indonesia, FNPBI, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Migrant Care, Aktivis Petisi 28, Asosiasi Pembela Perempuan Usaha Kecil, Koalisi Anti Utang, Salamuddin, Dani Setiawan, dan Haris Rusli.   

Para pemohon menganggap pasal 1 ayat (5) UU tersebut mengatur prinsip pasar tunggal dengan basis produksi tunggal yang berarti pelaksanaan kesepakatan perdagangan ASEAN itu harus sama (homogen)Pasal itu  yang menjadi landasan bagi ASEAN untuk melakukan perdagangan bebas dengan negara-negara di luar kawasan seperti ACFTA, ASEAN-Korean Free Trade Aggreement, ASEAN-Ausralian Free Trade Agreement.     

Pemohon menilai,  pemberlakuan Piagam ASEAN yang menyangkut perdagangan bebas itu merugikan industri dan perdagangan nasional karena  Indonesia  harus tunduk dengan segala keputusan yang diambil di tingkat ASEANKarena itu, para pemohon meminta MK membatalkan Pasal 1 angka 5 dan Pasal 2 ayat (2) huruf n UU Pengesahan Piagam ASEAN karena dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945(kyd/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nekat ke Gaza, Kapal Pesiar Prancis Ditahan Israel


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler