UU Migas Mesti Dikoreksi

Sabtu, 24 September 2011 – 07:14 WIB

JAKARTA - Sistem pengelolaan minyak dan gas nasional saat ini yang didasarkan pada UU Migas No 22/2001 harus segera dikoreksi karena dinilai tidak tepat dan melanggar konstitusiUU Migas tersebut telah menyalahi keputusan Mahkamah Konstitusi atas larangan penerapan harga pasar untuk BBM dalam negeri.

"Selain itu juga aset milik negara telah dijadikan agunan oleh perusahaan asing karena ketidakjelasan status maupun pembukuannya," kata pengamat perminyakan yang juga staf pengajar Pascasarjana FE UI, Kurtubi di Jakarta, Jumat (23/9).

Mahkamah Konstitusi telah mencabut beberapa pasal pokok

BACA JUGA: BEI Goyah, IPO Tak Terganggu

Salah satunya, pasal 22 ayat 3 tentang kuasa pertambangan
Maka, idealnya kuasa pertambangan ada di tangan BUMN.  Menurut Kurtubi, pencabutan UU Migas itu bisa dilakukan melalui Perppu

BACA JUGA: Ekspor Tambang Mentah Tetap Dilarang

Pasalnya, jurisprudensi cara itu pernah dilakukan oleh PM Juanda yang mengeluarkan Perppu untuk mencabut UU Pertambangan zaman kolonial.

Di samping itu, Kurtubi juga menyoroti pengiriman gas yang sangat murah ke China terus berlangsung ditengah kekurangan gas di dalam negeri untuk pengalihan BBM ke BBG serta tingginya subsidi listrik karena kembali beralihnya PLN menggunakan BBM setelah mereka kekurangan gas
Dampak lainnya, blok-blok produksi migas yang sudah selesai kontrak sulit diambil alih langsung karena BP Migas tidak bisa meneruskan operasinya

BACA JUGA: Lotte Bidik USD 25 Miliar

Apalagi, BP Migas bukan perusahaan minyak.

Sementara itu, terkait rencana pemerintah yang tengah melakukan pengaturan BBM subsidi, menurut anggota Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha, pemerintah sebaiknya memilih opsi menaikkan harga BBM sajaPemerintah memiliki kewenangan menaikkan harga premium berdasarkan Pasal 7 UU APBN 2011Dia menyarankan kenaikan harga premium sebesar Rp 500 per literKenaikan sebesar itu, kata Satya masih berada dalam batas wajar dan dampak inflasi juga minimal.

"Harga premium yang naik menjadi Rp 5 ribu per liter, tetapi angkutan umum plat kuning tetap mendapat subsidi dengan sistem cashback Rp 500 per liter," jelasnya.

Satya menyebutkan, dari simulasi, jika opsi menaikkan harga premium sebesar Rp 500 per liter dan asumsi volume BBM subsidi masih utuh, maka penghematan yang diperoleh sekitar Rp 12,27 triliunDengan menerapkan kenaikkan BBM sebesar Rp 500 per liter untuk jenis premium dan solar, penghematan yang dapat diperoleh adalah sekitar Rp 19,35 triliun," katanya.

Ada pun untuk angka inflasi, menurut Satya, jika terjadi kenaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 500 per liter, maka akan ada penambahan inflasi sebesar 0,25 persenSementara pembayaran cashback bagi kendaraan angkutan umum berplat kuning, ia mengungkapkan, jika infrastruktur untuk menjalankan sistem itu sudah tersedia di hampir seluruh SPBU di Jawa dan BaliSedangkan pengembangan sistem serupa di luar Jawa yang diperkirakan terdapat sekitar 1.000 SPBU di seluruh Indonesia juga sudah bisa dilaksanakanApabila penjatahan BBM bersubsidi sudah melebihi quota, maka masyarakat mempunyai opsi untuk memilih premium nonsubsidi maupun BBM nonsubsidi, yakni Pertamax dan Pertamax Plus(lum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Akibat Aksi Beli, Bursa Saham Menguat Sendiri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler