jpnn.com - JAKARTA - Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dinilai memuat sejumlah pasal yang berpotensi memberatkan petani kecil. Selain itu, masyarakat adat juga berpotensi dirugikan.
Apalagi, pembahasan rancangan undang-undang tentang masyarakat adat juga belum masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2015. Antara lain Pasal 12 dan 13.
BACA JUGA: KPK Masih Bisa PK, Denny Minta Jokowi Tak Lantik BG Dulu
Menurut Ketua Komite Pertimbangan Organisasi Indonesian Human Rights Committee for Social justice (IHSC) Gunawan, kedua pasal berpotensi melanggar hak masyarakat adat.
Pasalnya, mengatur musyawarah dengan masyarakat adat pemegang hak ulayat yang tanahnya akan dipergunakan untuk usaha perkebunan harus sesuai peraturan perundangan.
BACA JUGA: Dugaan Senpi Ilegal Samad Masih Diproses
"Pengakuan terhadap masyarakat adat seharusnya berupa penghormatan terhadap hukum adat yang telah mengatur bagaimana musyawarah harus dilakukan," katanya, Selasa (17/2).
Gunawan menambahkan, negara memiliki kewajiban memberikan pengakuan dalam bentuk penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat.
BACA JUGA: PGI Harapkan Jokowi Selamatkan KPK
"Kedua pasal tersebut juga memberatkan karena UUD 45 memandatkan pengaturan masyarakat adat lewat undang-undang. Problemnya undang-undang masyarakat adat masih berupa RUU, yang ironisnya kini tidak masuk prioritas prolegnas 2015," ujarnya.
Pasal 27, 29 dan 30, sambung Gunawan, juga berpotensi melanggar hak petani pemulia benih. Sebab, mewajibkan ijin dalam pencarian sumberdaya genetik dan pengembangan benih.
Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara pengujian Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman telah menyatakan pengaturan seperti hal tersebut tidak boleh diperlakukan untuk pertanian keluarga skala kecil.
"Pasal 55 Undang-Undang Perkebunan juga berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Karena tidak jelas siapa yang tidak sah mengerjakan lahan perkebunan," katanya.
Menurut Gunawan, dalam UU Perkebunan juga diatur sanksi diberikan kepada perusahaan yang tidak punya izin. Tapi, tidak mengatur sanksi karena perusahaan tidak punya Hak Guna Usaha (HGU). Padahal izin bukanlah hak atas tanah.
"Undang-Undang Perkebunan juga mengatur masa penyesuaian satu tahun untuk perusahaan penanaman dalam negeri dan hingga HGU berakhir untuk penanaman modal asing. Pertanyaannya jika terjadi sengketa tanah siapa yang tidak sah," tegas Gunawan. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Abraham Samad: Semua Terjadi Setelah BG jadi Tersangka
Redaktur : Tim Redaksi