UUCK Solusi Rigiditas Penyusunan Rencana Tata Ruang

Jumat, 26 November 2021 – 23:54 WIB
Menteri ATR/BPN pada Rapat Koordinasi Nasional dan Anugerah Layanan Investasi Tahun 2021 di Hotel Ritz Charlton, Rabu (24/11). Foto: Humas ATR/BPN

jpnn.com, JAKARTA - Terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) telah memberikan terobosan dalam berbagai bidang untuk mempermudah penciptaan lapangan kerja.

"UUCK memberikan solusi terhadap kendala, terutama akibat rigiditasnya perizinan tata ruang," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil.

BACA JUGA: Kasbi Sebut MK Masih Kurang Tegas soal Uji Materi UU Cipta Kerja

Pada Rapat Koordinasi Nasional dan Anugerah Layanan Investasi Tahun 2021 di Hotel Ritz Charlton, Rabu (24/11), Sofyan A. Djalil mengatakan bahwa UUCK telah mengenalkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).

Menurutnya, KKPR adalah salah satu solusi yang diperkenalkan oleh UUCK.

BACA JUGA: Hinca: Putusan MK Tentang UU Cipta Kerja jadi Pelajaran Sangat Mahal Bagi Pemerintah

Kegiatan yang bersifat strategis seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) banyak yang sudah out of date, harus dibiayai dengan cukup.

Selama ini, memang sudah ada anggaran, tetapi tidak cukup untuk menghasilkan RTRW yang cukup baik.

BACA JUGA: IGJ: UU Cipta Kerja Cacat Formil

Kementerian ATR/BPN sudah banyak menilai RTRW tidak cukup memadai sehingga menjadi kendala untuk menetapkannya sebagai Peraturan Daerah (Perda).

"Jika RTRW belum ada atau sudah out of date maka kita lihat, apakah ada program strategis di sana," ujar Menteri Sofyan.

Menteri Sofyan menambahkan jika ada RTRW tapi tidak masuk RTR maka perlu rekomendasi KKPR. Rekomendasi ini bisa menganulir karena RTRW yang rigid atau yang tidak memenuhi kualifikasi.

"Jika sudah ada RTRW, tetapi tidak detail maka perlu persetujuan KKPR dengan batas waktu 20 hari kerja. Kalau sudah ada RDTR, itu tidak perlu izin apapun karena ini sudah berdasarkan peta 1:5000 sehingga bisa mengetahui persil tiap bidang tanah," ungkapnya.

Lebih lanjut, Menteri ATR/Kepala BPN mengharapkan penyusunan RDTR dapat visualisasikan secara 3D.

Artinya, RDTR dapat memuat sampai 2.000 sampai 3.000 hektare bidang tanah.

Menteri Sofyan menyarankan agar pemda dapat membuat RDTR untuk daerah yang diprediksi akan berkembang.

"Komitmen dari para kepala daerah sangat diperlukan. Kepala Daerah perlu ada konsensus dengan para pemangku kepentingan. Untuk proses penyusunannya, melalui UUCK, RDTR, maupun RTRW dapat ditetapkan dengan keputusan kepala daerah saja," ujarnya.

Terdapat 172 RDTR hingga tahun 2021, di mana 140 sudah terbit Perda/Perkada RDTR dan 32 di antaranya sudah mendapatkan Persetujuan Substansi (Persub) dan menunggu Peraturan Kepala Daerah (Perkada) RDTR.

"Dari 140 RDTR itu ada 96 RDTR yang sudah terintegrasi ke sistem Online Single Submission (OSS)," ungkapnya.

Kementerian ATR/BPN telah menyelesaikan lima Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN sebagai peraturan turunan dari UUCK, serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

"Satu Rapermen sedang dalam proses pembahasan, yaitu Rapermen tentang Pendidikan dan Pelatihan Bidang Penataan Ruang, serta Pembinaan Profesi Perencana Tata Ruang," ujar Menteri Sofyan. (mcr18/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur : Adil
Reporter : Mercurius Thomos Mone

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler