Vaginismus Ganggu Rumah Tangga

Jumat, 04 Juli 2014 – 01:53 WIB
Foto Ilustrasi: Dimas/Jawa Pos

jpnn.com - SURABAYA – Bukan hanya lelaki, perempuan pun mengalami disfungsi seksual. Salah satu wujudnya adalah vaginismus.

Dokter Astie Young, hypnotherapist of Metamorphosis Institute Surabaya, menuturkan bahwa meski jarang dikeluhkan, dirinya pernah menangani pasien dengan keluhan vaginismus.

BACA JUGA: Masker Cokelat untuk si Buah Hati

Salah seorang di antaranya seorang ibu rumah tangga, sebut saja Anjar. Padahal, perempuan 24 tahun itu baru saja mencicipi indahnya perkawinan. Tapi, Anjar dan suaminya belum melakukan hubungan suami istri selama enam bulan. ”Mereka itu sudah menikah, tapi sejak malam pertama nggak berhubungan intim sama sekali,” jelasnya.

Saat disentuh, sang istri gemetar dan berkeringat dingin. Otot-otot kewanitaan mengejang dan mengeras.

BACA JUGA: Implan Satu Batang, Alat Kontrasepsi yang Nyaman

Setelah dikorek lebih jauh, ternyata hal itu tidak berlangsung sementara. Namun, hingga enam bulan menikah, otot-otot sekitar paha dan vagina Anjar terus mengejang setiap kali ada sentuhan. ”Kalau tidur seranjang sih nggak apa-apa. Tapi, begitu disentuh, pasti mengerut,” kata Astie

Hal itu jelas membuat sang suami muring-muring. Dia jadi cepat marah dan tidak sabar. Kondisi tersebut membuat perempuan muda itu kian stres. Akhirnya, setelah berkonsultasi, diketahui kondisi tersebut dinyatakan sebagai vaginismus.

BACA JUGA: Insomnia? Minum Saja Jus Ini

Vaginismus merupakan disfungsi seksual pada perempuan yang ditandai kekejangan otot sekitar vagina dan sepertiga bagian bawah vagina.

Oleh Astie, Anjar lantas ditangani dengan hipnoterapi. Terapi yang diberikan adalahforgiveness therapy. Yakni, agar sang istri bisa memaafkan semua kejadian pada masa lalu. ”Penyebabnya, dulu dia didoktrin oleh ayahnya,” sambung dokter yang berpraktik di Raya Kupang Baru itu.

Menurut dia, semasa kecil sang ayah tidak memperbolehkan putrinya itu disentuh lelaki lain, kecuali jika telah menikah. Ternyata, doktrin itu berdampak lebih.

Hal serupa dialami seorang ibu rumah tangga, sebut saja Dewi. Namun, yang berbeda adalah penyebabnya. Perempuan 36 tahun itu mengalami vaginismus akibat trauma infeksi saat melahirkan anak pertamanya dua tahun silam.

Proses persalinan normal yang dijalaninya mengharuskan adanya jahitan pada jalan lahir. Sayangnya, jahitan itu malah membikin infeksi. ”Kalau infeksi, pasti sakit. Dia pun jadi trauma,” tambah dokter berdarah Ambon-Jawa tersebut.

Sejak itu Dewi tidak mau lagi berhubungan. Sebab, dia trauma bila harus melahirkan untuk kali kedua. Kejadian tersebut lantas meninggalkan bekas yang menyakitkan bagi Dewi. Berawal ketika persalinan pertama pada 2012, hingga Maret lalu suaminya tidak disentuh.

Namun, berkat kesabaran sang suami, Dewi lalu diajak menemui dokter. Dokter Astie yang sudah tujuh kali menanganinya kaget. Sebab, hampir dua tahun dia tak menjatahi suaminya.

Secara bertahap dan telaten, dia menerapkan teknik yang sama dengan forgiveness therapy. Dilanjutkan hypno lover yang juga diikuti si suami. ”Pasien akan diberi kata-kata positif untuk memotivasi,” terangnya.

Suami diajarkan melakukan hal serupa saat di rumah. Tujuannya, istri rileks, bersikap positif, dan termotivasi.

Selain itu, kunci keberhasilannya adalah komunikasi antara suami dan istri. ”Komunikasi dan sharing bikin keduanya lebih intim. Mereka juga bakal termotivasi untuk berjuang mengobatinya,” kata Astie

Menurut Astie, jika secara rutin melakukan terapi itu, vaginismus bisa hilang. Terbukti, dua pasien tersebut menunjukkan kemajuan. Meski belum sampai pada tahap berhubungan intim. ”Yang penting, ototnya sudah tidak menegang dan rileks di ranjang,” ujarnya. (bir/c6/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cek Kondisi Kesehatan dari Kuku Tangan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler