Omicron menjadi varian yang paling banyak ditemukan saat ini dalam penularan COVID-19 di Australia.
Australia sedang kewalahan menangani penularan, yang bisa mencapai puluhan ribu kasus per hari, seperti di Sydney dan Melbourne.
BACA JUGA: Pakar COVID-19 Desak Agar Sekolah di Australia Mulai Pembelajaran Tatap Muka
Banyaknya orang yang sakit juga telah mengganggu jumlah tenaga kerja di banyak sektor industri.
Di New South Wales (NSW), dengan ibu kota Sydney, otoritas kesehatan menyebutkan 90 persen dari kasus COVID-19 di negara bagiannya karena varian Omicron.
BACA JUGA: Warga Amerika Serikat Diminta Tak Lagi Pakai Masker Kain, Apakah Sebaiknya Kita Mengikutinya Juga?
Dari angka kasus di atas 30 ribu hari ini (12/01), badan otoritas kesehatan di NSW mengatakan sekitar 67 persen pasien yang berada di ICU tertular Omicron dan sisanya adalah varian Delta.
Di Sydney, 24 orang meninggal dalam 24 jam terakhir sejak pukul 8 malam, Selasa kemarin dan menjadikan hari dengan kematian terbanyak sepanjang pandemi COVID-19.
BACA JUGA: Masyarakat Diminta Bijak, Tidak Bepergian ke Luar Negeri Demi Tekan Penularan Omicron
Jumlah warga yang dirawat di rumah sakit juga telah bertambah menjadi lebih dari dua ribu orang dan 175 orang mendapat perawatan intensif.
Sejumlah epidemiolog dan pakar kesehatan telah menyoroti kurangnya perencanaan oleh Pemerintah Australia di saat sejumlah aturan COVID-19 dilonggarkan dan banyak aktivitas dimulai kembali.
Salah satunya pernah dinyatakan oleh Mary-Louise McLaws sebelum Natal tahun lalu, yang menegaskan seharusnya ada perencanaan yang lebih baik untuk masalah testing.
"Seharusnya ada sejumlah rencana untuk warga Australia yang ingin berpergian dan dites sebelum mereka bertemu keluarga mereka [saat Natal]," ujar Mary-Louise saat itu.
"Tapi mereka [Pemerintah] tidak melakukannya baik di New South Wales atau di mana pun di Australia. Mereka harusnya memberikan tes rapid antigen gratis sebelum liburan." Banyak yang sakit, pasokan barang terganggu
Banyaknya warga yang sakit dalam waktu bersamaan tidak hanya mengancam sistem rumah sakit, namun juga aktivitas ekonomi.
Jim Standford, Direktur dari lembaga Centre for Future Work di Australia Institute dan profesor politik ekonomi di University of Sydney menuliskan analisis mengenai keadaan Australia saat ini yang diterbitkan oleh The Conversation.
Dalam tulisannya, Jim mengatakan ekonomi tidak akan berjalan jika warganya tidak bisa bekerja karena sakit.
Ia mengatakan kebanyakan politisi dan pemimpin bisnis beranggapan prioritas ekonomi adalah menjaga agar warga yang cukup sehat untuk tetap bekerja, berproduksi, dan mengonsumsi, namun meremehkan biaya ekonomi yang harus dibayar jika banyak warga yang sakit.
Profesor Jim menulis apa yang terjadi saat ini mencerminkan"salah satu kegagalan kebijakan publik terburuk dalam sejarah Australia."
Menurutnya wabah Omicron di Australia telah menganggu jumlah tenaga kerja, di mana banyak pekerja sakit dalam waktu bersamaan, mulai dari sektor pelayanan kesehatan, pertanian, manufaktur, hingga transportasi dan logistik.
"Hasilnya adalah bencana ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bencana yang menimpa kita oleh para pemimpin, khususnya Perdana Menteri Scott Morrison dan Premier Dominic Perrotet [kepala pemerintahan New South Wales], dengan alasan untuk melindungi ekonomi. Seperti halnya gembong mafia yang memeras uang, ini jadi "perlindungan" yang bisa membunuh kita," ujarnya.
Beberapa barang di sejumlah supermarket dilaporkan kosong dan daging ayam menjadi contoh terbaru terganggunya rantai pasokan di Australia saat ini.
Kemarin, restoran berjaring KFC mengeluarkan pernyataan maaf kepada pelanggan di Australia jika beberapa produk ayam mereka tidak akan tersedia karena terganggunya "rantai pasokan dan tenaga kerja".
Kondisi terganggunya pasokan ayam di Australia semakin memburuk setiap harinya, menurut Federasi Daging Ayam Australia (ACMF).
Pelaku bisnis di rantai pasokan mengalami kekurangan pekerja yang meningkat, akibatnya jumlah unggas yang tidak dapat diproses pun bertambah.
"Ada banyak ayam di peternakan, tetapi tidak cukup banyak orang yang mengambil, mengolah dan mendistribusikan produk ayam ke toko-toko," kata Vivien Kite, direktur eksekutif ACMF.
Sebagian besar pabrik pengolahan daging saat ini beroperasi dengan kekurangan 50 persen dari staf yang dibutuhkan.
Salah satu pengolah daging ayam terbesar di Australia, Ingham's, mulai memperhatikan masalah rantai pasokan yang mempengaruhi penjualan pada bulan Desember.
Andrew Reeves, direktur eksekutif Ingham's mengatakan banyak karyawan terpaksa mengisolasi diri karena tertular varian Omicron COVID atau menjadi kontak erat.
"Kesulitan dalam beroperasi dan perdagangan mengakibatkan inefisiensi yang signifikan, biaya tambahan dan penghentian sementara sejumlah produk Ingham," katanya.
Pada hari Senin, Pemerintah Australia mengumumkan pekerja yang menjadi kontak erat dengan kasus positif COVID, tetapi tidak menunjukkan gejala dan menunjukkan hasil tes rapid antigen negatif, akan dapat kembali bekerja.
Adnrew menyambut baik keputusan baru tersebut, namun belum diterapkan oleh semua negara bagian dan tidak akan mencakup seluruh bagian di sektor ritel. Alat tes rapid antigen jadi barang langka
Banyak warga di Australia sudah putus asa untuk mencari alat tes rapid antigen, karena persediaan yang kosong di hampir seluruh apotek dan toko-toko saat ini.
Tes rapid antigen kini sudah direkomendasikan oleh otoritas kesehatan, baik di tingkat Federal dan negara bagian, sebagai alternatif pengganti tes PCR di saat karena lonjakan angka kasus Omicron.
Tes rapid antigen bukan hanya untuk memastikan status COVID-19 bagi mereka yang sedang sakit atau menjadi 'close contact' karena pernah bertemu dengan yang terkonfirmasi tertular COVID-19.
Tes ini juga kini diperlukan oleh banyak warga untuk bisa kembali bekerja atau agar mereka bisa mengakhiri masa isolasi setelah menjadi 'close contact' atau kontak erat.
Perusahaan induk farmasi, bernama API, yang membawahi apotek seperti Priceline, Soul Pattinson and Pharmacist mengatakan pasokan alat tes rapid antigen tidak akan bertambah secara signifikan sampai Februari nanti.
"API menerima 500.000 alat tes minggu lalu, akan menerima 250.000 lagi minggu ini dan di minggu depan, hingga 2,75 juta tiba pada pertengahan Februari," kata perusahaan API kepada ABC.
"Kami memahami toko lain juga memiliki tantangan ketersediaan yang serupa dalam jangka pendek."
Perusahaan farmasi lainnya, Chemist Warehouse, mengatakan mereka memperkirakan pasokan alat tes rapid antigen baru akan meningkat dalam beberapa minggu ke depan.
"Kami memiliki stok alat tes rapid antigen yang didistribusikan secara teratur ke toko-toko kami di penjuru negara, namun permintaan saat ini masih melebihi persediaan yang ada," kata Mario Tascone, direktur Chemist Warehouse melalui email.
Artikel ini diproduksi oleh Erwin Renaldi
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ancaman Gelombang 3 Covid-19, Dinkes DKI: Tidak Usah Panik