jpnn.com, TANGERANG - Ketua Kelompok DPD di MPR Tamsil Linrung mengatakan soal wacana amendemen UUD 1945 yang saat ini menjadi perbicangan.
Dia menjelaskan terkait amendemen berawal ketika MPR periode 2014-2019 mengeluarkan tujuh rekomendasi.
BACA JUGA: MPR 2014-2019 Minta Penerus Lanjutkan Rencana Amandemen UUD 1945
Adapun tujuh rekomendasi itu disebutkan oleh Tamsil adalah, Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), Penataan Kewenangan MPR, Penataan Kewenangan DPD, Penataan Sistem Presidensial, dan Penataan Kekuasaan Kehakiman.
Ada juga Penataan Sistem Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Pancasila Sebagai Sumber Segala Hukum Negara, dan Pelaksanaan Pemasyarakatan Nilai-Nilai Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dan Ketetapan MPR.
Menurut dia, wacana amendemen itu kuat terdengar di masyarakat terutama untuk masalah PPHN.
BACA JUGA: Amandemen UUD Bukan Akal-akalan untuk Memakzulkan Presiden
Dia mengatakan ada dinamika dalam masalah PPHN, apakah landasan hukumnya tertuang dalam UUD atau lewat undang-undang atau Ketetapan MPR.
“Bila landasan hukumnya dituangkan dalam UUD maka perlu dilakukan amendemen," kata dia dalam ‘Diskusi Publik' yang digelar di Tangerang, Banten.
Sebagai wakil rakyat dari daerah, kata Tamsil, pihaknya selalu mendengar aspirasi dari rakyat.
BACA JUGA: Bamsoet Pastikan Tak Akan Ada Amandemen UUD 1945 Periode Ini
Saat bertemu dengan masyarakat, diakui mereka juga mengikuti perkembangan politik ketatanegaraan terutama soal rencana amendemen.
“Masyarakat mempertanyakan tentang wacana jabatan periode diperpanjang menjadi 3 periode atau pengunduran pemilu”, ungkapnya.
“Banyak pertanyaan muncul demikian di tengah masyarkat," tambah dia.
Mendengar pertanyaan itu, Tamsil heran. Sebab, wacana terkait masa jabatan presiden 3 periode, tak masuk dalam rekomendasi yang dikeluarkan atau ditetapkan oleh MPR Periode 2014-2019.
“Kita mendengar aspirasi masyarakat dan mereka mengatakan hal demikian jangan sampai terjadi," paparnya.
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu mengakui amandemen bukan sesuatu yang tabu. Sebab itu sangat memungkinkan.
Menurut dia lebih memungkinkan bila dalam amandemen, fungsi DPD diperkuat.
Dalam diskusi dengan bahasan mengenai ‘Presiden Perseorangan’, ‘Presiden Threshold’, dan ‘Penataan Kewenangan DPD’, alumni Universitas Negeri Makassar itu tidak hanya mendorong penguatan lembaganya, tetapi juga mengkritik ‘President Threshold’.
Menjaring suara dari masyarakat, Tamsil mengatakan ‘President Threshold’ menyebabkan terbatasnya munculnya calon-calon yang lain.
“Hanya di Indonesia ada pembatasan yang demikian”, ungkapnya.
Dikatakannya, DPD mengganggap pembatasan itu tidak perlu. Tak hanya itu, lembaganya malah mendorong adanya calon perseorangan,
“itu yang perlu," tegasnya.
Berdasarkan pengalaman yang ada, munculnya 2 calon presiden membuat terjadinya pembelahan di masyarakat.
“Bila calonnya banyak, dampak negatifnya lebih kecil," kata Tamsil Linrung. (mrk/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Klaim Usulan Amandemen Terbatas Berbeda dengan Era Soeharto
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian