jpnn.com, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak wacana amandemen UUD 1945 yang mengatur masa jabatan presiden diperpanjang serta pemilihan kepala negara di MPR.
Kebijakan itu dinilai pengkhianatan terhadap reformasi serta bertolak belakang dengan sistem presidensial di Indonesia.
BACA JUGA: Wacana Presiden Dipilih MPR Sama dengan Pengkhianatan pada Reformasi
"Kami menolak dua hal. Menolak tiga periode dan presiden di pilih MPR," kata politikus PKS Nasir Djamil dalam sebuah acara diskusi kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/11).
Anggota Komisi III DPR itu mengingatkan sistem presidensial Indonesia saat ini mewajibkan masyarakat memilih langsung pemimpinnya.
BACA JUGA: Annas Maamun Terjerat Kasus Lagi di KPK, Apa Kabar Istana?
Apabila presiden dipilih oleh MPR, maka kebijakan itu mengkhianati sistem yang sudah lama dibangun.
"Presiden harus dipilih. Itu belum terimplementasi dengan baik. Jadi memang kami harus banyak memperbaiki," ujar Nasir.
BACA JUGA: Istana Anggap Pernyataan Fadli Zon Hiburan untuk Pak Jokowi
Nasir mengungkapkan, jika dua wacana tersebut dimunculkan untuk melihat bagaimana respons publik. Padahal, kata dia, saat ini tidak ada urgensi terkait dua hal tersebut.
"Ini test the water sebenarnya. Sah-sah saja orang sampaikan pendapat dan pikiran. Tapi orang akan berpikir siapa di balik ini, siapa yang ingin tiga periode dan kembali ke MPR. (Wacana ini) tidak penting dan tidak mendesak," papar Nasir.
Menurut dia, apa yang dilakukan MPR, harusnya melalui kajian. Dan itu disampaikan ke masyarakat. "Masyarakat bisa memahami bahwa perubahan amandemen UUD bukan hanya didasari pada firasat dan siasat. Tapi akal sehat," tutup Nasir. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga