jpnn.com, JAKARTA - Begawan ekonomi Rizal Ramli menilai pemerintah era Joko Widodo (Jokowi) tidak kreatif dalam menghitung anggaran negara. Ujungnya, rezim membebankan urusan keuangan negara ke rakyat dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Ini pemerintah yang tidak kreatif, semua kesalahan hitung mereka, perkiraan mereka, dibebankan kepada rakyat," kata eks Menko Perekonomian itu melalui layanan pesan, Senin (5/9).
BACA JUGA: Arief Poyuono Bandingkan Kenaikkan BBM Pasca Reformasi dan Zaman Jokowi, Oh Tidak!
Menurut Rizal, pemerintah seharusnya bisa menahan diri tidak menaikkan harga BBM bersubsidi. Sebab, rakyat saat ini sedang sulit terdampak pandemi Covid-19.
"Rakyat kita kasih napas dahululah. Baru habis covid, baru mau bangkit," kata eks Menteri Keuangan (Menkeu) itu.
BACA JUGA: Harga BBM Naik, PMII Kepung Patung Kuda, yang Turun Hanya Air Mata
Rizal melanjutkan keputusan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi pada dasarnya memicu inflasi makanan ke angka 15 persen.
Selain itu, naiknya harga BBM bersubsidi juga memicu melonjaknya tarif transportasi.
BACA JUGA: Demo Tolak Kenaikan BBM, Mahasiswa di Pekanbaru Punya 3 Tuntutan untuk Jokowi
Rizal mengatakan pemerintah sebenarnya bisa saja mencari pendanaan lain demi menjaga APBN tidak jebol demi menjaga harga BBM bersubsidi.
Menurut dia, pemborosan anggaran terbesar sebenarnya pembayaran bunga dan cicilan utang.
"Itu pokoknya saja, cicilannya satu tahun Rp 400 triliun pada tahun ini, bunganya Rp 405 triliun. Total Rp 805 triliun untuk dibakar," ujar Rizal.
Dia mengatakan pemerintah bisa saja mengajukan restrukturisasi utang demi menjaga APBN tidak jebol dan harga BBM bersubsidi tetap terjaga.
Rizal mengatakan beban APBN bisa berkurang mencapai Rp 200 triliun apabila pemerintah mengajukan restrukturisasi utang.
"Kenapa, sih, pemerintah tidak canggih sedikit, kreatif sedikit. Negoisasi, dong," ungkap pria yang akrab disebut RR itu. (ast/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polda Jateng Bongkar Penimbunan BBM Bersubsidi, ASN Terlibat
Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Aristo Setiawan