Wajib Puasa, untuk Biayai Sekolah Gratis

Senin, 21 Juni 2010 – 10:10 WIB

MENYANDANG gelar sarjana ekonomi tak membuat Dedi Rosadi bangga akan ilmu yang dimilikiPengalaman organisasi yang dia miliki semasa kuliah menguatkan idealismenya untuk mengentaskan kemiskinan dan kebodohan di Indonesia

BACA JUGA: Meski Gratis, Aturan Tetap Ketat


 
Selama sepuluh tahun, Dedi merintis yayasan yang dia beri nama Yayasan Nurani Insani
Lima tahun pertama dia mengumpulkan anak-anak miskin, telantar, dan pemulung di sekitar Pasar Kembang, Jogjakarta

BACA JUGA: Riset ICW Tolak RSBI

Lebih dari satu tahun dia mengabdi
Mereka diajak belajar di stasiun kereta api sampai di bawah jembatan.
 
Pria kelahiran Jakarta itu kemudian memilih kembali ke tempat kelahirannya di Jalan Petamburan, Jakarta Barat

BACA JUGA: Salat Istikharah demi Prestasi Anak Didik

Di tempat tersebut, dia mengembangkan yayasan melalui pemberian kesempatan kepada anak-anak miskin, telantar, dan pemulung untuk mengenyam pendidikan.
 
Bagi Dedi, identitas bukan segalanyaJika setiap sekolah mewajibkan anak didiknya untuk melampirkan akta kelahiran dan alamat rumah, Dedi tidak memberlakukan itu di sekolahnya"Mau daftar pakai apa saja bolehTidak mencantumkan nama orang tua juga tidak masalahSebab, intinya bukan itu,"ujarnya"Tiga tahun lebih saya mengajak mereka belajar di kolong jembatan," tambahnya
 
Meski demikian, dia merasa belum puas dengan keadaannyaPria 50 tahun itu lantas mengajak beberapa sahabatnya untuk mengurus legalitas yayasan"Setelah kami dapat, langsung kami sewa rumah dan bangun apa adanya untuk sekolah," terangnya

Saat ini, ada 52 anak TK dan 133 siswa SD yang sekolah tanpa mengeluarkan biaya apa punSelain itu, bapak tiga anak tersebut membuka pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) paket B dan C dengan jumlah total 192 siswa.

Di atas lahan yang disewa seluas 110 meter persegi itu, dibangun enam ruang kelas dengan dua lantaiAda ruang guru, toilet, dan halaman sekolah"Semua persyaratan wajib untuk mendirikan sekolah kami upayakan," jelasnya.
 
Ratusan siswa tersebut sekolah tanpa membayar SPPBahkan, setiap tahun ajaran baru, hampir semuanya mendapatkan seragam dan tas baruDedi mengupayakan itu semua dari donatur"Kami tidak pernah memintaSemua datang tiba-tiba atas seizin Allah," terangnya.

 Untuk mengelola operasional sekolah tersebut, Dedi membutuhkan biaya Rp 8 juta per bulanTermasuk menggaji 20 guru serta membayar tagihan listrik dan air"Dari donatur tetap kami dapatkan Rp 3 jutaSisanya bergantung pada bantuan donatur lainnya," papar Dedi.

 Hal itu, lanjut Dedi, menjadi tantangan bagi dia dan keluarganyaJika biaya donatur tak mencukupi untuk mengelola operasional, Dedi terpaksa merogoh kocek istrinya, Een Elviana, 48, yang bekerja sebagai perias"Jika memang masih belum cukup, kami sekeluarga puasa semua," ucapnyaSekolah tersebut tampak biasaTak ada yang berbeda dari bangunannyaTapi, Dedi tak mau bekerja dan berpikir biasa sajaDia ingin melakukan yang terbaik untuk anak didiknyaTermasuk sistem pembelajaran di sekolah.

Benar saja, dia mengerahkan keluarga, kerabat, dan kenalannya untuk membantu mengajar di sekolah tersebutMisalnya, untuk memberikan keterampilan melalui ekstrakulikuler, Dedi meminta Een untuk membagikan ilmunya kepada murid"Istri saya mengajar ekskul menjahit, tata rias, dan potong rambut," tutur Dedi.

Sementara itu, putra kedua Dedi, Gilang Cikal Ramadhan, 20, membantu mengajar musikDi sekolah tersebut, Dedi menyediakan puluhan gitar dan mesin jahit untuk memfasilitasi siswanya berlatih keterampilan"Supaya mereka bisa memanfaatkannya di rumahAlhamdulilah jika jadi lahan pekerjaan," terangnya.

Tidak hanya itu, Dedi juga mengajak anggota ekspatriat AS untuk mengajar bahasa Inggris di sekolahnyaDelapan sahabat Dedi dari AS tersebut mengajar tanpa pamrihSetiap Kamis mereka bergantian mengajar tanpa dibayar"Terkadang saya yang sungkanSahabat saya itu sering memberi makanan dan barang-barang kepada anak-anak," tambahnya.

Tak hanya konsentrasi kepada anak-anak yang tak memiliki kesempatan untuk sekolahDia juga memberikan bantuan kepada tunasusila berupa pinjaman tanpa bunga"Kami berikan pinjaman untuk membuka usaha baru," papar Dedi

Rumah yang disewa Dedi untuk sekolah itu akan habis tahun depanTahun ini, dia telah membeli sebuah tanah dengan ukuran yang samaLetaknya sekitar 20 meter dari sekolah ituUntuk memenuhi impian tersebut, Dedi juga rela menjual mobilnya?Itu pun masih kurang untuk membeli tanahTerpaksa saya utang ke mertua,? tuturnya(nuq/c6/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mereka Berjuang, demi Mencerdaskan Anak Bangsa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler