jpnn.com - SIANTAR - Konflik antara Walikota Siantar Hulman Sitorus dan Koni Ismail memunculkan kecaman dari berbagai elemen masyarakat.
Ada yang menilai mereka bukan sosok bijaksana. Ada yang menilai tidak dewasa berpolitik. Bahkan ada yang menilai bahwa perbuatan mereka ini sangat memalukan.
BACA JUGA: Mertua Tidak Tahu Harta Warisan Diagunkan untuk Biaya Pilkada
Ketua Serikat Pedagang Pasar Horas Agus Butar-butar ketika dimintai komentarnya mengatakan bahwa tindakan yang dipertontonkan kedua pimpinan pemerintahan tersebut mempermalukan Kota Siantar.
Agus meyakini, persoalan tersebut akan berdampak buruk terhadap kinerja birokrasi di Pemko Siantar. Selain juga akan memberikan pendidikan politik yang buruk bagi masyarakat.
BACA JUGA: Dulu Mesra, ke Toko Baju pun Bersama
"Keduanya tokoh. Apa yang mereka pertontonkan akan menjadi bahan pembahasan. Artinya, dengan apa yang mereka lakukan, mereka telah memperlihatkan betapa mereka kurang bijaksana memimpin kota ini," tegas pria yang vokal menyuarakan aspirasi pedagang pasar tradisional ini.
Rado Damanik SPd, praktisi pendidikan, mengibaratkan konflik antara Hulman dan Koni seperti peribahasa "gajah berkelahi dengan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah".
BACA JUGA: Tuding Ketua Dewan Dalang Perpecahan
Maksudnya, orang-orang besar berkelahi, seperti dua pejabat tertinggi kota ini, orang kecil atau masyarakat yang jadi korbannya.
"Sangat disayangkan. Karena persoalan pribadi antara walikota dan wakilnya, pengaruhnya kepada kepentingan orang banyak. Saya yakin, akan banyak program yang terganggu. Bahkan, termasuk pelayanan kepada masyarakat," kata dia.
Sedangkan Mikhael Siahaan, seorang tokoh organisasi muda gereja mengatakan bahwa apa yang tengah dipertontonkan Hulman dan Koni merupakan bukti ketidakdewasaan keduanya dalam berpolitik.
"Sebenarnya, hal seperti ini memang sering terjadi di pegujung masa jabatan seseorang," kata dia.
Pria yang juga menjabat Ketua DPC Gamki Kabupaten Simalungun ini secara tegas menyatakan, Hulman dan Koni tanpa sadar telah mempermalukan diri sendiri di depan ratusan ribu masyarakat yang mereka pimpin.
"Sebagai masyarakat kita berharap hal ini segera diselesaikan secara bijaksana dan bukan dengan adu otot seperti orang di terminal sana," ketusnya.
J Tindaon, aktivis LSM Demi Bangsa (Demban) juga menilai "perang terbuka" antara walikota dan wakilnya merupakan bukti konkret kurang matangnya kemampuan berpolitik, yang juga diperparah kekurangmampuan keduanya menjalin komunikasi.
"Siapapun pasti sependapat bahwa tidak patutlah pejabat publik saling membuka borok masing-masing secara terbuka. Ini kan contoh yang tidak baik. Kika komunikasi mereka baik, saya berpikir hal seperti ini tidak akan mencuat ke publik," ujarnya.
Warga lainnya, Chairil Shaputra Siregar SH menambahkan, tidak sepantasnya seorang pemimpin daerah memaparkan keburukan mereka di depan umum. Itu menunjukkan, ketidakakraban sesama pemimpin.
"Kalau sudah tidak akur, bagaiamana daerah bisa maju dan bagaimana bisa menyelesaikan permasalahan di masyarakat. Permasalahan sendiri saja tidak dapat diselesaikan," kata dia.
Dia juga mengatakan, seorang pemimpin yang bijak, tidak pernah membuka permasalahan pribadinya ke publik. Sebab, tugas yang diembannya adalah untuk menyelesaikan permasalahan rakyat.
"Kapan dia (kepala daerah) menjawab keinginan rakyat, kalau keinginan dia saja belum bisa dijawab atau diselesaikan," tukasnya. (ing/mag-01/rah/lud/ara)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wakil Walikota Nyanyi Soal Bagi-bagi Proyek
Redaktur : Tim Redaksi