jpnn.com, JAKARTA - Tertangkapnya Wali Kota Tegal Siti Masitha mengungkap tabir buruknya pendanaan kampanye pilkada.
Sebagaimana keterangan KPK, Masitha nekat melakukan korupsi untuk modal memuluskan jalan meraih kepemimpinan pada periode selanjutnya.
BACA JUGA: Sekjen PAN Jenguk Bu Masitha di Rutan KPK, Ini Harapannya
Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo mengakui, biaya untuk maju dalam kontestasi pilkada memang tidak murah.
Padahal, di sisi lain, tidak semua orang memiliki kemampuan finansial yang cukup, termasuk bagi seorang petahana.
BACA JUGA: KPK Bawa Tiga Koper Besar dari Ruang Kerja Bu Masitha
”Gaji bupati paling Rp 6 juta, ditambah insentif PAD. Kalau PAD kecil, ya dapatnya kecil,” kata mantan calon gubernur Jawa Tengah itu, Kamis sore (31/8).
Imbasnya, lanjut Hadi, yang nekat akan melakukan cara-cara di luar ketentuan seperti ulah wali kota Tegal.
BACA JUGA: Ganjar Minta Wawako Tegal Aktifkan PNS Nonjob Akibat Disanksi Masitha
Untuk meminimalkan peristiwa serupa, Hadi berjanji meningkatkan pengawasan di daerah yang berpotensi memiliki calon petahana pada pilkada 2018.
Baik itu di level perencanaan, pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban. ”Kalaupun penganggaran benar, pelaksanaan belum tentu benar. Makanya, harus menyeluruh,” imbuhnya.
Meski akan meningkatkan pengawasan, dia membantah bahwa sistem yang ada saat ini lemah. Menurut dia, pengawasan saat ini sudah berlapis.
”Semua berpulang pada individu. Kalau regulasi pasal bab korupsi sudah komplet, tapi tetap kena OTT, ya mentalitas,” jawabnya diplomatis.
Oleh karena itu, mantan Sekda Jawa Tengah itu mengharapkan partisipasi aktif dari masyarakat. Pengawasan publik tersebut diharapkan bisa menutup celah-celah yang selama ini dimanfaatkan oleh oknum.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Abhan membeberkan bahwa daerah dengan calon petahana menjadi wilayah yang paling rawan penyimpangan.
Pasalnya, dengan kewenangan dan kekuasaannya, petahana tidak hanya bisa menyetir aparatur sipil negara, tapi juga bisa memainkan anggaran.
Berdasar hasil penelusuran Center For Budget Analysis (CBA), selain proyek pembangunan, dana hibah dan bansos rawan disalahgunakan.
Untuk level provinsi saja, besaran dana tersebut di 17 provinsi penyelenggara pilkada mencapai Rp 39,7 triliun. (far/c6/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ssttt, KPK Pelototi Kepala Daerah Berstatus Petahana
Redaktur & Reporter : Soetomo