Wamenkumham: Pemerkosaan & Pemaksaan Aborsi Tidak Diatur Dalam RUU TPKS, Nih Alasannya

Rabu, 06 April 2022 – 17:10 WIB
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej. Foto: Mercurius Thomos Mone/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyayangkan pandangan Pemerintah yang disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy saat rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Dalam rapat pembahasan RUU TPKS dengan Badan Legislasi DPR, Kamis (31/3), Eddy menyebut pemerkosaan dan pemaksaan aborsi tidak diatur dalam RUU TPKS.

BACA JUGA: Kawal Sejak Jabat Menko PMK, Puan Dinilai Punya Momentum Sahkan RUU TPKS

“Komnas Perempuan menyayangkan bahwa perkosaan dan pemaksaan aborsi tidak diatur secara khusus di dalam RUU TPKS. Melainkan digantungkan pada pembahasan di RKUHP,” tutur Andy Yentriyani, Selasa (4/4).

Wakil Menteri Hukum dan HAM mengatakan tidak masuknya pemerkosaan dan pemaksaan aborsi di RUU TPKS didasarkan pada pertimbangan untuk menghindari tumpang tindih aturan dengan regulasi lain.

BACA JUGA: Aktivis Perempuan Berharap RUU TPKS Disahkan Terburu-buru

Menurut dia, pemerkosaan dan aborsi sudah diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Eddy juga merupakan Ketua Tim RUU KUHP. Jadi tidak perlu lagi diatur dalam RUU TPKS.

“Saya mampu meyakinkan satu ini, tidak akan pernah tumpang tindih dengan RKUHP, karena kita membuat matriks ketika akan menyusun RUU TPKS. Khusus mengenai pemerkosaan itu sudah diatur rinci di dalam RKUHP," kata Eddy, Kamis (31/3).

BACA JUGA: Wamenkumham Percaya Diri RKUHP Bakal Disahkan Pada Juni 2022

Selain soal pemerkosaan, Eddy juga mengusulkan aborsi dihapus dari RUU TPKS. Ini karena aborsi sudah diatur secara rinci dalam pasal 469 RKUHP.

“Mengapa soal aborsi itu kami usul dihapus karena itu diatur dalam Pasal 469 yang dikatakan kemarin mengenai pemaksaan aborsi. Pemaksaan itu kan artinya tanpa persetujuan. Di dalam RUU KUHP itu perempuan yang tanpa persetujuannya kemudian dilakukan pengguguran janin dan sebagainya masuk dalam konteks tindak pidana," tutur Eddy.

Aborsi juga sudah diatur dalam UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam Pasal 75 Ayat 1, disebutkan bahwa: Setiap orang dilarang melarang aborsi. Namun ada pengecualian untuk dua kondisi, yaitu indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Komnas Perempuan tidak sepakat dengan alasan Eddy yang menyebut akan terjadi tumpang tindih aturan jika pelecehan seksual dan pemaksaan aborsi masuk dalam RUU TPKS.

“Selama RKUHP belum disepakati atau kemudian menghasilkan rumusan yang tidak mencerminkan pengalaman korban, maka keputusan untuk menggantungkan pengaturan perkosaan dan pemaksaan aborsi ini akan merugikan korban, utamanya perempuan,” tutur Andy Yentriyani.

Komnas Perempuan berharap Pemerintah mempertimbangkan ulang pengaturan tentang perkosaan dan pemaksaan aborsi. Harapan ini dilandasi semangat agar RUU TPKS bisa benar-benar bisa menjadi payung hukum yang kuat untuk mencegah dan melindungi masyarakat dari tindak pidana kekerasan seksual.

Semangat ini juga diserukan Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani, dalam acara audiensi dengan para aktivis yang mengawal RUU TPKS (12/1).

Puan Maharani menyebut RUU TPKS harus hadir sebagai satu payung hukum untuk menjaga serta membuat aman masyarakat, khususnya kaum perempuan.

Meski begitu, Puan juga menilai pentingnya memperhatikan korban-korban kekerasan seksual dari kelompok masyarakat lainnya seperti kaum lelaki dan disabilitas.

“Ini harus menjadi undang-undang yang dapat membuat kita bekerja dengan nyaman dan merasa dilindungi, agar UU ini juga dapat melindungi anak hingga cicit kita. Apalagi kita perempuan, jiwa keibuan kita itu akan sangat melekat di manapun kita berada,” tegas Puan Maharani.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler