Wanita Emas

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Sabtu, 24 Desember 2022 – 20:00 WIB
Hasnaeni berjuluk Wanita Emas. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Mischa Hasnaeni Moein nama lengkapnya. Akan tetapi, dia lebih terkenal dengan sebutan Wanita Emas. Sebutan yang sangat keren. Tidak banyak orang yang punya sebutan seperti itu. 

Di masa lalu ada Si Pending Emas, Herlina Kasim, sukarelawan perjuangan Trikora (Tri-komando Rakyat) di Irian Barat 1961-1962. 

BACA JUGA: Wanita Emas Ternyata Melawan Ketika Dijemput Paksa Kejagung

Di level intrenasional, ada Kylian Mbappe, pemain sepak bola Prancis yang penerima Sepatu Emas karena menjadi pencetak gol terbanyak di Piala Dunia Qatar. Mbappe pun mendapat julukan Golden Boy, si anak emas.

Bintang sepak bola Italia, Paolo Rossi, dikenal dengan sebutan ‘’bambino de oro’’ atau si bayi emas. Disebut demikian karena wajahnya yang kekanak-kanakan seperti bayi, tetapi menjadi bayi emas bagi Italia. 

BACA JUGA: Bagja Buka-Bukaan Soal Dugaan Ketua KPU Bertemu Ketum Partai Ummat

Rossi menjadi pahlawan pada Piala Dunia 1982 di Spanyol dengan mencetak gol kemenangan Italia atas Jerman Barat.

Si Wanita Emas dari Indonesia tidak hubungannya dengan Piala Dunia. 

BACA JUGA: Desas-desus Gratifikasi Seks dalam Kasus Patrialis

Dia tidak pernah menerima medali emas dari cabang olahraga apa pun. Dia bukan seorang atlet. Dia juga bukan Herlina Kasim si Pending Emas yang justru menolak hadiah uang tunai Rp 10 juta dan emas 500 gram dari Presiden Soekarno.

Si Wanita Emas ini mendapat julukan demikian karena ulah media yang latah dan gampang memberi julukan kepada seseorang secara serampangan. 

Ada seorang pelaku kriminal perdagangan narkoba bernama Zarimah, yang oleh media dijuluki sebagai ‘’Ratu Ekstasi’’. Alih-alih menjadi pesakitan, Zarima malah menjadi selebritas dan menjadi media darling.

Hasnaeni si Wanita Emas ini belum pernah menghasilkan karya emas. Dia memang pernah main sinetron Jin dan Jun dan Saras 008, tetapi perannya minor dan aktingnya biasa-biasa saja. 

Beberapa bulan yang lalu, dia malah ditangkap oleh Kejaksaan Agung karena terlibat kasus korupsi. 

Si Wanita Emas menjadi viral karena histeris dan berteriak-teriak ketika ditangkap. 

Dia memakai kursi roda lengkap dengan infus di tangan. Akan tetapi, dokter kejaksaan yang memeriksanya menyatakan dia sehat, dan kemudian tetap ditahan.

Beberapa bulan masuk tahanan sekarang namanya muncul lagi. 

Kali ini apa yang dia ungkapkan bisa menjadi ‘’bombshell’’ ledakan bom, yang bisa mengguncang lanskap politik nasional. 

Hasnaeni mengungkapkan skandal seks antara dirinya dengan komisioner KPU-RI berinisial HA. 

Menurut Hasnaeni, HA meminta gratifikasi seksual dari Hasnaeni sebagai imbalan untuk meloloskan partai pimpinan Hasnaeni sebagai peserta Pemilu 2024.

Hasnaeni melapor kepada Farhat Abbas yang akan menjadi penasihat hukumnya. 

Kebetulan Farhat ialah ketua umum Partai Pandai yang tidak lolos verifikasi KPU. 

Hasnaeni melapor sebagai ketua umum Partai Republik 1. Menurut versi Hasnaeni, partainya akan diloloskan sebagai peserta pemilu, dan bahkan masih ditambahi iming-iming lagi akan lolos parliamentary threshold.

Sebagai upah dari janji-janji itu HA meminta imbalan gratifikasi seksual. Menurut Hasnaeni, gratifikasi itu dituruti dan terjadi hubungan di kantor HA maupun di sebuah hotel.

Bukan itu saja, Hasnaeni juga bercerita bahwa HA mengungkapkan skenario rahasia bahwa KPU akan mendesain hasil pilpres untuk memenangkan pasangan Ganjar Pranowo dan Erick Thohir.

Atas dugaan pelecehan seksual yang dialaminya, Hasnaeni akan melapor ke polisi, dan atas dugaan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan, HA akan dilaporkan kepada DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu).

Dengan menjunjung asas praduga tak bersalah, tentu saja HA belum bisa disebut bersalah, terutama dalam kasus pelecehan seksual. 

Hasnaeni menegaskan bahwa dia punya bukti-bukti kuat, termasuk ciri-ciri fisik bagian tubuh HA. Akan tetapi, hal itu harus dibuktikan di pengadilan, dengan catatan Hasnaeni tidak mencabut laporannya di tengah jalan.

Laporan pidana kasus pelecehan seksual di Indonesia sering kandas. Strategi serangan balik ‘’kill the messanger’’ kerap dipakai untuk memaksa korban mencabut laporan. Ancaman pencemaran nama baik selalu menjadi momok yang menakutkan.

Dalam banyak kasus pelecehan seksual, si korban justru menjadi korban dua kali. Strategi ‘’victimizing the victim’’, atau mengorbankan korban, sudah banyak terjadi dalam banyak kasus pelecehan seksual di Indonesia. 

Korban yang melapor kepada aparat hukum justru menjadi korban dua kali karena dikriminalisasi.

Pada 2017, Baiq Nuril Maknun, staf honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang menjadi korban pelecehan seksual justru menjadi pesakitan karena diduga melanggar UU ITE.

Pengadilan memutus bebas, tetapi Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi dari Kejaksaan Tinggi NTB dan Baiq harus mendekam di penjara.

Baiq Nuril diduga menjadi korban pelecehan seksual kepala SMAN 7. 

Pengadilan Negeri Mataram memvonis bebas Nuril. Namun, MA memutus Baiq bersalah dan menghukum enam bulan serta denda Rp 500 juta. 

MA mengabulkan permohonan kasasi dari penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Mataram dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Mataram yang memvonis bebas Nuril.

Dalam putusan kasasi tersebut, Nuril dinyatakan telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana ITE dan terancam pidana penjara enam bulan kurungan dan denda Rp 500 juta.

Dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.

Pada 2017, Nuril dilaporkan oleh kepala SMAN 7 atas tuduhan penyebaran rekaman telepon yang mengandung unsur asusila. Posisi Baiq Nuril adalah guru honorer TU di SMA 7 Mataram.

Saat itu, Nuril merekam cerita perselingkuhan atasan dengan bendaharanya. Kemudian, rekan Nuril menyalin dan menyebarkan rekaman tersebut. Dia sempat menjadi tahanan kota. Namun, setelah pembacaan vonis, Nuril dibebaskan.

Pada kasus Baiq Nuril sebenarnya, dia adalah korban pelecehan. Video pelecehan tersebut tersebar bukan oleh tangan Nuril. 

Namun, Baiq Nuril malah balik dilaporkan oleh atasannya. Dia kemudian meminta perlindungan Presiden Jokowi.

Kasus Baiq Nuril mendapat dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka. Dia turut hadir dalam persidangan Baiq Nuril. 

Rieke juga menandatangani surat permohonan penangguhan penahanan agar Nuril dapat dibebaskan dan kembali bersama ketiga anaknya.

Kasus Baiq Nuril Maknun kisahnya berakhir dengan happy ending. Presiden Joko Widodo terketuk hatinya dan kemudian mengeluarkan amnesti untuk mengampuni Baiq Nuril yang divonis bersalah oleh Mahkamah Agung.

Pada 2021, jagat sosmed ramai dengan tagar ‘’Percuma Lapor Polisi’’ karena kasus perkosaan 3 anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, dihentikan oleh polisi. 

Para aktivis anak dan perempuan membuat tagar itu karena merasa heran atas sikap polisi yang menganggap tidak cukup bukti dalam kasus tersebut.

Polisi tidak tinggal diam dan membuat tagar ‘’Polisi Sesuai Prosedur’’ yang menjadi tagar tandingan. 

Yang terjadi kemudian perang tagar di media sosial, dan kasus itu tetap tidak mendapatkan respons yang memadai.

Ini hanya dua contoh bagaimana rumitnya mencari keadilan dalam kasus yang melibatkan ‘’penjahat kelamin’’, seperti pelecehan dan perkosaan.

Kasus laporan ijazah palsu Jokowi oleh Bambang Tri Mulyono juga berakhir misterius setelah pelapor dijerat UU ITE karena diduga melakukan pencemaran nama. 

Bambang Tri akhirnya mencabut gugatan di tengah jalan. Pengacara pun menyerah dengan alasan mengalami jalan buntu untuk menelusuri saksi.

Kasus dugaan ijazah palsu sampai sekarang menjadi misteri yang tidak terpecahkan.

Kasus gratifikasi seksual yang dilaporkan Hasnaeni ini akan menjadi bom yang dahsyat kalau terus menggelinding. 

Komnas Perempuan ditunggu responsnya untuk segera bertindak. Para aktivis perempuan, termasuk Rieke Diah Pitaloka, juga ditunggu responsnya untuk membela Hasnaeni.

Akan lebih elok lagi, kalau Presiden Jokowi juga ikut memantau dan kemudian bertindak seperti dalam kasus Baiq Nuril. (**)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler