Warga Indonesia di Jepang yang Hindari Maut saat Tsunami

Nekat Bersepeda di Pantai untuk Mencari Istri

Sabtu, 12 Maret 2011 – 08:08 WIB
Masyarakat Jepang menyaksikan kerusakan akibat gempa dan tsunami. Foto : AFP

Ratusan warga Indonesia kemarin berhasil dievakuasi dari Iwase dan Miyagi, dua daerah di Jepang yang dihantam tsunami terparahRatusan lainnya masih menunggu pertolongan, termasuk yang di Tokyo

BACA JUGA: Maureen, Bayi yang Terpaksa Cacat Jari Tangan

Inilah penuturan mereka saat menghindari bencana itu

 
===================
 
"Saya masih di pengungsian, tidak berani balik ke apato (apartemen)

BACA JUGA: Kisah Murid-Murid Abu Bakar Baasyir yang Setia

Isi apato hancur, cuaca dingin bersalju
Mohon doa rekan-rekan," kata Mukti Ali, mahasiswa asal Indonesia yang menempuh pendidikan di Tohoku University, Miyagi, melalui e-mail yang dikirim kepada wartawan koran ini kemarin (11/3).
 
Mukti merupakan satu di antara 274 WNI yang tinggal di Miyagi

BACA JUGA: Berjihad lewat Musik Underground, Ubah Salam Metal jadi Satu Jari Tauhid

Sekitar 140 orang lainnya hidup di IwaseDi antara jumlah itu, mayoritas adalah mahasiswa dan tenaga kerja IndonesiaRencananya, mereka dievakuasi ke Tokyo.
 
Ya, tidak berlebihan bila Mukti begitu takutSebab, selain dua kawasan itu luluh lantak digulung tsunami, sebagian kota di Jepang lumpuhBeberapa jam pascagempa 8,9 skala Richter yang mengguncang Negeri Sakura itu, Dubes RI untuk Jepang Muhammad Luthfi menyatakan bahwa saat ini terjadi gangguan transportasi, listrik, serta telekomunikasi di sebagian besar Tokyo.
 
"Kami prihatin atas gempa besar yang menimpa JepangSaat ini ada 31 ribu WNI di siniKami sedang mendata keadaan masing-masing WNI," ujarnya via surat elektronik kemarin
 
Dia meminta publik di Indonesia mendoakan keselamatan WNI yang kini berada di Jepang tersebut"Kami harap seluruh WNI dalam keadaan sehat, selamat, serta tetap tenangKami akan terus memberikan update," tuturnya
    
Ketua Umum PMI Jusuf Kalla, kata Luthfi, juga merasakan goncangan gempa tersebutSaat gempa terjadi, JK berada di restoran yang tidak jauh dari KBRIJK pun harus berdiri selama dua jam di taman terdekat"Pak JK amanKBRI telah membuat posko crisis center guna memonitor perkembangan terkini pascagempa di Miyagi," jelasnya.

Beberapa saat sebelum tsunami, Riza Aludin Syah, programmer asal Indonesia yang bekerja di Prefektur Chiba, sekitar 200 km arah utara Tokyo, menyatakan merasakan kantornya bergetar pelan sekitar pukul 15.00 waktu JepangChiba adalah salah satu daerah industri di Jepang.
   
Tak lama kemudian, getaran berubah menjadi dahsyatSesuai dengan prosedur penanggulangan bencana, para pekerja harus berlindung di kolong meja, sebelum pimpinan menginstruksikan untuk melakukan evakuasiDia berkisah, gempa hebat itu berlangsung sekitar lima menit
   
"Rak-rak berjatuhanDokumen dan buku-buku berhamburanTapi, saya tidak ada apa-apa karena berlindung di bawah meja," ungkap Riza saat dikontak Jawa Pos melalui sambungan internasional kemarin"Sesuai standar, meja kerja di Jepang memang harus kuat untuk menahan getaran gempa," lanjutnya
   
Pria yang telah tinggal di Jepang lima tahun itu menyatakan terbiasa merasakan gempa-gempa kecil sporadisTapi, gempa yang dirasakannya kemarin sungguh hebatBukan hanya goyang ke kanan dan ke kiriMelainkan juga bergoncang ke atas dan bawahMeski hatinya galau, dia mencoba tenangSebab, gedung di Jepang didesain mampu menahan goncangan sampai di kisaran 8 SR

Tak lama setelah gempa berhenti, Riza dilanda kepanikanSebab, di tengah gempa hebat itu, dia belum mengetahui kabar istrinyaKebetulan juga, ponselnya kehabisan baterai dan dia tidak membawa chargerDia pun meminta izin kepada manajernya untuk pulangApalagi, menurut informasi di media, di kota-kota lain, setelah gempa berhenti, peringatan tsunami berkumandang

Dengan sepeda, dia bergegas menuju rumahnya di kawasan Ichikawasi, ChibaLelaki lulusan SMA Negeri 6 Surabaya itu mengatakan, saat gempa terjadi, istrinya, Oktavia Ika Santi, tengah les di balai desa yang tak jauh dari apartemen yang mereka tempati di daerah Ichikawashi, Chiba

Sepanjang perjalanan, dia melihat banyak warga yang dievakuasi ke taman-tamanDia juga melihat pabrik besi yang terbakar hebatBeruntung, reaktor nuklir di situ tidak ikut terbakarBanjir tidak tampakHanya air yang menggenangMeski begitu, dia masih belum tenang karena ketika lewat pantai, dia menyaksikan air laut surut yang menjadi tanda-tanda awal terjadinya tsunami

Kota-kota lainnya tersapu tsunamiSetengah jam sebelum gelombang superbesar itu menghajar, telah keluar peringatan"Setelah gempa, istri saya juga langsung pulangTerus terang, kami sangat ketakutanApalagi, setelah gempa, setengah jam sebelum tsunami, pemerintah mengeluarkan peringatan," urainyaDia menambahkan, dengan penanggulangan bencana di Jepang, mereka tetap di rumah sesuai dengan instruksi

Saat ditelepon pada pukul 20.30 WIB (22.30 waktu Jepang), lelaki yang hobi naik gunung itu mengatakan, gempa sporadis masih saja terus dirasakanDi sekitar apartemennya, mereka melihat mobil-mobil pemantau terus berseliweranRunning text televisi juga terus mengabarkan situasi terbaru

Dia menuturkan, saat gempa terjadi, televisi di Jepang tidak menghentikan siaran mereka"Waktu gempa, pembaca berita siaran mengenakan helmTetapi, mereka tetap meng-update info-info terbaru seputar gempaHingga saat ini, belum ada early warning soal tsunami di Chiba," paparnya

Lelaki lulusan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) itu menuturkan, sesuai dengan instruksi penanggulangan bencana, dia sudah menyiapkan barang-barang penting yang harus dibawa ketika tiba waktu untuk dievakuasi dari apartemennya

Di tengah situasi genting itu, Riza merasa bersyukur karena saluran telepon dan internet masih tetap bisa tersambung dengan lancarJadi, paling tidak dia bisa mengurangi kepanikan keluarga, kerabat, dan kawan-kawannya di tanah airMelalui e-mail, Facebook, dan Yahoo Messenger, dia telah mengabarkan keadaan yang dialaminya beserta istrinya.

Kendati demikian, dia mengungkapkan, transportasi umum, seperti subway, sempat berhenti beroperasi dan mengakibatkan penumpukan penumpang di sejumlah stasiunRiza menceritakan, di sekitar tempat tinggalnya juga ada beberapa WNI yang berdiamMereka adalah para mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan di Negeri Sakura itu bersama keluarganya

Riza mengatakan sempat menghubungi salah seorang mahasiswa kenalannya dan dia memastikan bahwa semua selamat"Kami hanya saling mengontakKalau dari KBRI, belum ada instruksi apa-apa buat WNI yang ada di Jepang," ujarnya.

Riza menyatakan kagum dengan masyarakat Jepang yang tidak terlihat panik berlebihan meski menghadapi situasi gawat daruratMereka juga tetap berlaku masuk akalJadi, tidak sampai ada kematian karena terinjak-injak ketika berhamburan keluar gedung

Dia menjelaskan, di Jepang, setiap instansi sampai ke lingkungan permukiman melakukan simulasi rutin antisipasi bencanaJadwalnya, dalam setahun simulasi tersebut dilakukan dua kaliIni membuat warga Jepang sudah terbiasa dan memiliki awareness tinggi dalam menghadapi situasi seperti ituHal tersebut perlu dilakukan karena Jepang berada di titik strategis bencanaNegeri itu terletak di jalur lempeng gunung berapi plus angin topanRakyat Jepang terbiasa menghadapi berbagai risiko bencana alam.
S
ementara itu, Lilis Yuliati, dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya yang tengah menempuh pendidikan doktoral di Kota Ube, Provinsi Yamaguchi, di Yamaguchi University, mengungkapkan kaget saat menyaksikan tayangan televisi"Saya langsung menghubungi teman-teman yang tinggal di Niigata-KenMereka bilang sempat dua kali diguncang gempaLampu bergoyang-goyangMeja juga sempat bergeser-geserMereka benar-benar ketakutan," bebernya   

Di bagian lain, Jubir Kemenlu Michael Tene menyebutkan, ada 31.517 WNI yang tinggal di JepangDi Tokyo ada sekitar 14 ribu TKI yang terdiri atas 2 ribu pekerja profesional, 3.150 anak buah kapal, dan 2 ribu mahasiswaLayanan komunikasi di Jepang sempat hanya berfungsi 20 persen menyusul gempa dan tsunami di negara itu sehingga sulit mendapatkan sambungan telepon"Tapi sudah mulai berangsur-angsur normal dan informasi masih kami update," terang dia(nar/ang/zul/jpnn/c9/iro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Yaimun, Mengabdi Jadi Kepala Desa di Kampung Idiot


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler