jpnn.com - JAKARTA - Lembaga Adat Megou Pak, Tulang Bawang, kembali melaporkan perusahaan hutan produksi PT Silva Inhutani ke Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) dan Menteri Kehutanan, Selasa (10/9) di Jakarta. Pasalnya, selain bersengketa dengan ribuan penduduk penggarap lahan, perusahaan itu juga melanggar izin pemanfaatan lahan hutan Register 45 di Kabupaten Mesuji, Lampung.
"Kami lembaga adat ingin berdialog dengan pemerintah untuk kembali menata kawasan hutan produksi yang menjadi sumber sengketa dan memicu kerawanan sosial politik di Mesuji,” ujar Ketua Umum Lembaga Adat Megou Pak Tulang Bawang, Wanmauli B. Sanggem di Jakarta.
BACA JUGA: Ada Titipan di Konvensi, Dahlan Iskan tak Khawatir
Menurut Wan, PT Silva Inhutani selaku pengelola kawasan hutan produksi telah melanggar izin Menteri Kehutanan Nomor 93/kpts-II/1997 dengan menanami lahan dengan tanaman singkong, karet, dan sawit, yang bukan tanaman produksi sesuai izinnya.
"Seharusnya perusahaan itu menanami kawasan hutan dengan tanaman produksi yang dipanen kayunya bukan dengan tanaman karet, singkong, atau sawit seperti sekarang ini,” ujarnya.
BACA JUGA: Masih di bawah Umur, Dul Perlu Perlakuan Khusus
Selain itu, kawasan hutan Register 45 sekarang juga sudah digarap sekitar 1.200 kepala keluarga masyarakat Hamparan Tugu Roda yang kemudian bersengketa dengan PT Silva Inhutani. Penduduk yang menggarap lahan hutan sejak 1996 itu bertanam singkong.
"Penduduk yang menggarap lahan hutan itu jangan diusir begitu saja, karena mereka juga membutuhkan lapangan kehidupan,” katanya.
BACA JUGA: Harrison Ford Wawancarai Presiden SBY
Untuk itu, tambahnya, Lembaga Adat Megou Pak Tulang Bawang mengajak pemerintah lewat Menteri Polhukam dan Menteri Kehutanan berdialog untuk mencari solusi pemanfaatan kawasan hutan agar tidak menimbulkan konflik sosial antara penduduk penggarap, perusahaan, dan pemerintah setempat yang berkepanjangan.
Apalagi, katanya, hutan di Register 45 juga salah satu paru-paru dunia yang harus dilindungi bersama, sehingga tidak bisa digarap serampangan, khususnya oleh industri perkebunan. Penduduk penggarap juga perlu diberi ruang hidup di kawasan hutan itu.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Periksa Ketua PN Bandung
Redaktur : Tim Redaksi