Wartawan Radar Bekasi Dikeroyok Suruhan Politikus PAN

Jumat, 20 Februari 2015 – 04:27 WIB

jpnn.com - BEKASI SELATAN – Wartawan Radar Bekasi, Randy Yasetiawan Progo (27), mengalami aksi kekerasan di Rumah Makan Arraunah, Jalan Serma Marzuki, Margajaya, Bekasi Selatan, Kamis (19/2).

Randy dikeroyok sejumlah orang yang diduga suruhan politisi PAN Kota Bekasi. Dia menjadi bulan-bulanan dan menderita luka memar di bagian pipi kiri, lengan kiri, dan pinggang kiri.

BACA JUGA: Usai Habisi Pacar, Toni Lompat dari Lantai 23 Apartemen

Randy pun melaporkan kasus penganiayaan terhadap dirinya itu ke Polresta Bekasi Kota dengan laporan Nomor LP/278/K/II/2015/SPKT/Resta Bekasi Kota dengan tuduhan pengeroyokan.

Peristiwa pengeroyokan itu bermula saat dirinya dihubungi salah seorang politikus PAN yang mengajaknya bertemu pukul 17.00 karena masalah pemberitaan yang ditulisnya.

BACA JUGA: Dua Spesialis Curanmor di Parkiran Minimarket Terpaksa Didor

Randy menulis soal kepemimpinan DPD PAN Kota Bekasi yang dikeluhkan oleh DPC Bekasi Utara terkait dukungan untuk Kongres PAN 28 Februari mendatang-3 Maret 2015. Tulisan tersebut tayang Rabu 18 Februari 2015.

’’Begitu saya datang, di sana sudah ada Ketua DPD II PAN Kota Bekasi, Faturahman Daud, Ketua DPC PAN Bekasi Utara, Iriansyah. Berikutnya tiga orang diduga preman ikut nimbrung,”  katanya.

BACA JUGA: Sandang Status Janda, Uang Gana-Gini Malah Digelapkan Bekas Karyawan

Selanjutnya, cerita Randy, setelah terlibat percakapan terkait berita yang ditulisnya, aksi pemukulan mulai terjadi. Penganiayaan dilakukan oleh orang suruhan keduanya. ’’Padahal saya nulis sudah sesuai fakta dan sudah konfirmasi, tapi malah langsung dipukul,” keluhnya.

Selain mengalami pemukulan, Randy mengaku dirinya juga diancam akan dihabisi jika tidak meminta maaf kepada ketua DPD PAN, Faturahman Daud.

 ’’Saya dipaksa menyerahkan KTP dan dicatat alamat rumah saya. Dia bilang hati-hati karena sudah dicatat alamat rumahnya. Waktu saya nyerahin KTP saya ditampar sama preman itu, saya juga lihat Ketua DPD ngasih kode tiga orang preman itu agar mukulin saya,” jelasnya.

Menanggapi permasalahan itu, Ketua Asosiasi Jurnalis Independent (AJI) Jakarta, Umar Idris mengatakan bahwa kekerasan yang menimpa wartawan dapat dijerat dengan Pasal 18 ayat (1) dan (2), UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Dalam aturan tersebut terdapat adanya larangan tindakan melakukan penghalangan pada kinerja jurnalis dan tindakan kekerasan kepada jurnalis.

’’Berarti politisi itu tidak paham aturan undang-undang, dia bisa dijerat undang-undang pers dengan ancama penjara dua tahun, dan denda Rp500 juta,” terangnya ketika dihubungi Radar Bekasi (Grup JPNN) tadi malam.

Dia menjelaskan, jika ada pihak yang merasa keberatan dengan adanya pemberitaan yang telah diterbitkan oleh media, seharusnya melakukan ralat dan koreksi. Pihak media yang telah menerbitkan berita pun memiliki kewajiban untuk memuat ralat tersebut untuk melakukan koreksi pada pemberitaan yang terbit sebelumnya.

’’Kami sangat menyesalkan hal ini dan malah melakukan tindakan main hakim sendiri,” tukasnya.

Selanjutnya, Umar menyarankan agar media terkait melaporkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian dan menjerat pelaku dengan undang-undang pers. Hal itu karena kekerasan yang terjadi merupakan imbas dari berita yang telah diterbitkan. (mas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ayah Bejat Bertahun-Tahun Cabuli Putri Sendiri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler