Waspada Isu SARA di Tahun Politik

Jumat, 05 Januari 2018 – 01:40 WIB
Ahmad Syafii Mufid. Foto: Istimewa for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Indonesia Institute for Society Empowerment Ahmad Syafii Mufid mengajak semua pihak bersama-sama menjaga keharmonisan pada tahun politik sepanjang 2018.

Dia meminta semua pihak mewaspadai berbagai hoaks yang menjurus pada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

BACA JUGA: Bakal Ramai Hoaks untuk Kacaukan Strategi Lawan

“Tentunya juga perlu peran dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat pemuka agama untuk menyampaikan kepada masyarakat agar tidak mudah terpancing dalam situasi politik 2018 nanti. Tak hanya itu, kalangan legislatif dan eksekutif juga harus bisa turut serta menjaga keharmonisan ini,” kata Ahmad, Kamis (4/1).

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta ini menilai pada 2016-2017 lalu memang ada pemicu yang mengakibatkan kebencian menyeruak.

BACA JUGA: Tahun Politik, Bisnis Properti Diprediksi Melandai

“Jadi, untuk tahun 2018 seharusnya disadari oleh masyarakat bahwa ujaran kebencian yang dilakukan, baik kebencian dengan menggunakan isu SARA atau bukan itu harus ditinggalkan. Sebab, itu dapat menimbulkan perpecahan di antara kita,” ujar ketua Komisi Litbang Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.

Dirinya menjelaskan, cara untuk meninggalkan ujaran kebencian itu adalah membangun kesejahteraan dan menegakkan keadilan untuk semua.

BACA JUGA: Happy New Year, Jangan Pilih Calon Kada Penyebar Kebencian!

“Maka nanti kalau ada orang atau kelompok baik kelompok biasa atau elite kemudian mereka mengucapkan ucapan-ucapan yang cenderung kepada kebencian itu akan menjadi hina. Hal ini dikarenakan iklim pada tahun 2018 tidak lagi memainkan isu-isu primodial, tapi yang dimainkan adalah isu-isu keadilan dan kesejahteraan,” katanya.

Karena itu, perlu ada kebijakan atau aturan hukum yang ketat agar kelompok yang ingin membuat suasana menjadi ‘panas’ tidak melakukan upaya-upaya yang dapat memperkeruh keharmonisan masyarakat yang sudah terjaga.

Dia menilai perkembangan politik Indonesia sejak Orde Lama, Orde Baru dan reformasi melahirkan pantulan dari tekanan.

Hal tersebut terjadi karena adanya aturan-aturan yang telah ditetapkan di negara ini

Oleh karena itu, dalam menghadapi kondisi 2018, yang harus diperbanyak bukan aturan-aturan yang mengekang atau tanpa aturan.

Seluruh masyarakat harus dapat membangun dengan pranata-paranata yang baru. “Karena dengan hukum dan peraturan yang ada sering kali ditafsirkan macam-macam seperti dalam media itu perdebatan yang tidak pernah selesai karena berputar pada masalah itu-itu saja,” katanya.

Untuk itu dirinya juga menyarankan para elite politik saling bertemu dan berbicara.

Dirinya juga mengimbau para presenter atau moderator dalam sebuah acara untuk tidak saling mengadu.

“Sehingga masyarakat kita akan diberikan pelajaran bahwa sesungguhnya elite politik ada yang tipenya provokator atau ada elite yang tipenya memberikan solusi dan inovasi,” kata Ahmad. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Memasuki 2018 sebagai Tahun Politik, Ini Seruan MUI


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler