jpnn.com, JAKARTA - Data dari Heartology Cardiovascular Center mencatat sebanyak 80.000 bayi per tahunnya lahir dan mengalami penyakit jantung bawaan.
Sekitar 25 persen di antaranya membutuhkan penanganan serius pada usia pertamanya.
BACA JUGA: Kesehatan Jantung Bakalan Aman dengan Rutin Mengonsumsi 10 Makanan Ini
PJB adalah penyakit jantung yang telah ada sejak lahir akibat kelainan pada organ/ struktur jantung termasuk ruang jantung, dinding jantung, dan katup jantung.
Hal ini bisa disebabkan karena malnutrisi, konsumsi obat-obatan tertentu atau infeksi yang dialami selama masa kehamilan.
BACA JUGA: 3 Minuman yang Ampuh Jaga Kesehatan Jantung Anda
Gejala yang sering dijumpai adalah warna kulit (kaki, tangan, bibir) yang kebiruan, sesak napas, berat badan yang sulit naik, infeksi batuk demam yang berulang dan kesulitan menyusui/ menyusui terputus-putus.
“Sebanyak 50 persen dari penderita penyakit jantung bawaan di Indonesia datang dengan keadaan yang sudah terlambat, misalnya karena mengabaikan tanda, pertimbangan biaya dan tidak meratanya sebaran fasilitas dan informasi tentang PJB, sehingga banyak kasus PJB yang tidak tertangani dengan baik,” kata dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K) yang sekaligus Ketua PERKI saat ini.
BACA JUGA: 6 Manfaat Nanas Madu, Bikin Jantung Tersenyum Lebar
Bersama dengan kemajuan teknologi di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang intervensi kardiologi anak, untuk beberapa kasus, pasien PJB kini tidak lagi mengalami operasi atau pembedahan terbuka.
Kini dilakukan dengan tata laksana prosedur intervensi menggunakan kateter – nonbedah, yang mana penanganan tersebut sudah dapat ditangani oleh tim dokter di Heartology Cardiovascular Center.
“Fakta dan sekaligus kabar baik untuk kita semua, karena teknologi pada tatalaksana penanganan pasien PJB sudah semakin maju dan berkembang, sehingga jika dibandingkan dengan tahun 90an atau 1 dekade terakhir menunjukan, angka survival (hidup) pasien PJB meningkat 30 persen,” tambah dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K) Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Konsultan Kardiologi Pediatrik.
Beberapa kasus yang dapat dilakukan intervensi non-bedah, adalah PDA (Patent Ductus Arteriosus) yaitu kondisi di mana pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan arteri paru tetap terbuka, kemudian lubang ditutup menggunakan device ADO (Amplatzer Ductal Occluder) dan ASD (Atrial Septal Defect) merupakan kondisi yang mana terdapat lubang serambi jantung yang mengakibatkan aliran darah menjadi tidak normal yang kemudian ditutup dengan device ASO (Amplatzer Septal Occluder).
Kedua prosedur ini dilakukan oleh tim spesialis jantung dan pembuluh darah, yaitu dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K) dan dr. Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K). dr. Radityo menjelaskan bahwa tindakan intervensi kateter ini bisa dilakukan dengan metode zero flouroscopy (tanpa radiasi).
Dokter Ario menambahkan prosedur ini menggunakan bantuan imaging murni dari ekokardiografi.
"Karena seperti yang kita ketahui, bahwa radiasi dapat menimbulkan efek jangka panjang untuk pasien, dokter dan tim laboratorium kateterisasi. Intervensi non bedah pada PJB menggunakan kateter, memiliki beberapa keuntungan di antaranya risiko/ komplikasi relatif lebih rendah, masa rawat di rumah sakit dan waktu pemulihan yang lebih singkat, serta biaya yang lebih murah, selain itu, waktu pengerjaan tindakan juga lebih singkat," sambungnya.
Penanganan PJB yang tepat, dapat meningkatkan 3x usia harapan hidup pasien. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia