jpnn.com, JAKARTA - Sepanjang Juni 2023, Kementerian Kesehatan Malaysia telah mencatat sebanyak 17 kasus cedera paru-paru. Kasus tersebut diduga berkaitan dengan rokok elektrik atau vape (e-cigarette or vaping associated lung injury/EVALI).
Kasus EVALI juga pernah terjadi medio 2019 hingga 2020 di Amerika Serikat (AS). Namun, kasus ini ditengarai terjadi karena penggunaan rokok elektrik yang tidak bertanggung jawab.
Pemerhati kesehatan masyarakat Tri Budhi Baskara turut menanggapi dan menyatakan bahwa EVALI disebabkan karena penyalahgunaan perangkat atau likuid.
BACA JUGA: Soal Pasal Zat Adiktif di RUU Kesehatan, DPR Minta Pelaku Industri Vape Tak Perlu Risau
Menurutnya, EVALI bisa terjadi karena adanya kontaminasi atau pencampuran bahan yang tidak standar ke dalam likuid. Hal ini dapat dikatakan sebagai vape oplosan.
“EVALI sampai saat ini masih disebabkan karena kandungan Vitamin E ointment yang dicampurkan ke dalam likuid vape. Hal tersebut termasuk penyalahgunaan, karena bahan dasar likuid vape tidak ada yang pakai ointment atau pun oil. Kasus di USA itu oil-nya dari cannabis atau ganja sintetik yang di-mix ke likuid vape, makanya jadi EVALI,” tutur Tri Budhi (26/6).
Senada dengan pernyataan Tri Budhi, temuan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (Center for Disease Control and Prevention/CDC) juga menyatakan bahwa 84% penderita cedera paru-paru ini menggunakan vape dengan kandungan Tetrahydrocannabinol (THC) yang biasanya terkandung pada tanaman cannabis atau ganja.
Perlu diketahui pula bahwa produk-produk dengan kandungan THC telah dilarang peredarannya di AS, sebagaimana diatur dalam kebijakan tingkat federal.
Sementara itu, sekelompok peneliti dari Johns Hopkins Ciccarone Center for the Prevention of Cardiovascular Disease, The American Heart Association Tobacco Regulation and Addiction Center, dan Brookdale University Hospital Medical Center di AS mengelaborasi bahwa peredaran vape ilegal, yang memiliki kemungkinan kontaminasi senyawa THC, memperbesar peluang penyebaran penyakit cedera paru-paru.
“Kasus-kasus ini tampaknya terjadi pada orang-orang yang memodifikasi perangkat vape mereka atau menggunakan likuid yang dimodifikasi di pasar gelap. Ini terutama berlaku untuk produk vape yang mengandung THC (Tetrahydrocannabinol),” ujar Blaha.
Penyalahgunaan serta standardisasi merupakan kata kunci pada kasus EVALI. Tri Budhi menyarankan pemerintah untuk menyusun regulasi dan sanksi yang jelas, tetapi bukan untuk melarang vape.
BACA JUGA: Merokok Bisa Membatalkan Puasa, Bagaimana dengan Vape?
Pelarangan hanya akan berujung pada maraknya pasar gelap yang sulit diawasi serta tidak terstandar. (dil/jpnn)
BACA JUGA: Jutaan Orang Sudah Beralih ke Vape, Ini Penyebabnya
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif