jpnn.com - MOJOKERTO - Kasus pungutan liar (pungli) merebak di Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto. Kali ini pungli tersebut dilakukan Camat Puri, Masluchman. Dia memasang tarif Rp 500 ribu untuk menandatangani selembar surat dari warganya sendiri.
Kepala Desa Tambak Agung Filla Muji Utomo menceritakan, kasus pungli itu bermula saat dirinya mengajukan tanda tangan keterangan ahli waris atas sembilan warganya. Mendadak, Luchman meminta Rp 500 ribu untuk setiap berkas yang hendak ditandatanganinya. ''Saya sempat kaget karena tahun-tahun lalu tidak sampai sebesar itu,'' tandasnya kepada Jawa Pos Radar Mojokerto kemarin.
BACA JUGA: Provinsi Ini akan Punya Kereta Api Dalam Kota yang Terkoneksi
Dia menegaskan, pada tahun-tahun sebelumnya, tanda tangan keterangan ahli waris hanya berkisar Rp 300 ribu. Namun, kenaikan tarif yang dipasang camat tersebut dinilai sangat memberatkan warganya. ''Ini bukan kasus jual beli, hanya menandatangani berkas keterangan ahli waris,'' katanya.
Keberatan tersebut sebenarnya sudah disampaikan hingga tiga kali kepada Luchman. Namun, Luchman kembali menegaskan, dengan tarif Rp 500 ribu itu, dirinya akan meniadakan proses sidang di kantor kecamatan. ''Katanya, dia akan tutup mata kalau dibayar sesuai tarif dan boleh sidang di kantor desa saja,'' ungkap Filla.
BACA JUGA: Mau Makan Durian Gratis? Segera ke Sini
Lantaran tidak ada titik temu, Kades itu langsung melayangkan surat secara resmi kepada Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa. Dia mengaku sudah sangat jengkel dengan camat yang melakukan pungli secara terang-terangan tersebut.
Saat dikonfirmasi terpisah, Camat Puri Masluchman membantah tudingan miring Kades itu. Menurut dia, dirinya tidak pernah meminta sepeser pun atas setiap tanda tangan yang dibubuhkan untuk keterangan ahli waris. ''Ini hanya miss communication,'' ujarnya melalui ponsel tadi malam.
BACA JUGA: Bersiaplah! April Mulai Kemarau, Angin Berkecepatan Tinggi Mengancam
Dia menceritakan, tudingan tersebut muncul lantaran Filla tidak puas dengan permintaan dirinya yang mewajibkan warga datang pada proses sidang di kantor kecamatan. ''Sidang ke kantor kecamatan itu wajib dan tidak bisa ditawar,'' tuturnya.
Di sisi lain, Filla justru mengaku sudah menyidangkan sendiri di kantor desa. ''Ini soal integritas. Kalau pada kemudian hari sampai ada yang salah, nanti saya yang kena. Begitu juga dengan Kadesnya. Jadi, saat sidang itu wajib dihadiri Kades dan camat,'' papar Luchman.
Terkait dengan fee senilai Rp 500 ribu per tanda tangan agar tidak ada proses sidang di kantor kecamatan, dia juga mengaku tidak pernah melakukannya. ''Tidak ada sama sekali. Apalagi memberikan target,'' ungkapnya.
Sementara itu, Inspektur Kabupaten Mojokerto Noerhono saat dikonfirmasi atas kabar tersebut pun terkejut. Sebab, Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa sudah berulang kali memberikan wejangan kepada aparaturnya agar menjalankan tugas sesuai aturan yang berlaku. Atas laporan itu, Noerhono bakal melakukan penyelidikan. ''Akan kami terjunkan orang khusus ke lapangan untuk mencari data atas laporan informasi ini,'' tandasnya.
Tidak hanya melakukan pengumpulan data saja, mantan kepala badan perizinan terpadu dan penanaman modal (BPTPM) tersebut juga bakal memanggil Masluchman untuk mengklarifikasi. ''Kalau memang ada bukti atas laporan itu, tentunya ada sanksi tegas,'' jelasnya tanpa menyebutkan sanksi yang akan diberikan kepada camat tersebut. (ron/yr/bh/mas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswa Tewas Gantung Diri, Duh...Jasadnya
Redaktur : Tim Redaksi