jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan (Kemenristekdikti) menyelenggarakan program Visiting World Class Professor (VWCP) 2017.
Program yang diinisiasi Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti ini diikuti 84 profesor kelas dunia.
BACA JUGA: Dorong Riset Kemaritiman untuk Mengembangkan Potensi Laut
Menurut Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti, program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada perguruan tinggi agar berinteraksi dengan institusi dan profesor berkelas dunia, meningkatkan kinerja dan produktivitas riset akademisi perguruan tinggi. Juga meningkatkan peringkat perguruan tinggi untuk masuk 500 besar dunia.
Ali Ghufron menjelaskan, penyelenggaraan program Visiting World Class Professor terbagi menjadi dua skema, yakni A dan B.
BACA JUGA: Mendristekdikti Dorong Unsri Ikuti Jejak Politeknik Batam
Perbedaannya pada persyaratan perguruan tinggi pengusul dan profesor yang diundang. Ghufron mengatakan, persyaratan skema A lebih berat, sedangkan skema B lebih sederhana. Begitu pula dengan target output yang didapat juga lebih tinggi pada skema A.
"Sebagai contoh skema A diperuntukkan bagi perguruan tinggi dengan akreditasi A, sedangkan skema B bisa diikuti oleh minimal perguruan tinggi berakreditasi B. Begitu juga profesor yang diundang pada skema A harus ada minimal satu yang memiliki h-index Scopus minimal 25. Untuk skema B, profesor yang diundang cukup memiliki h-index minimal 5, dan diutamakan berpengalaman memimpin laboratorium riset atau editor jurnal internasional bereputasi," beber Ghufron pada Pembukaan Seminar World Class Professor Tahun 2017 di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Kamis (16/11).
BACA JUGA: Menristekdikti: Surakarta Harus Jadi Destinasi Seni Wayang
Terkait output, Ghufron mengungkapkan, skema A pada akhir program ditargetkan mampu menghasilkan sekurang-kurangnya enam manuskrip joint publication di jurnal internasional bereputasi Q1/Q2-SJR Scimago dalam status under review.
Untuk skema B, minimal menghabiskan HaKI atau joint publication di jurnal internasional bereputasi, seperti Scopus, Reuters, dan Thomson dengan impact factor minimal 0,2. Adapun pada akhir kegiatan sudah dalam status under review atau HaKI sudah didaftarkan.
"Program Visiting World Class Professor ini berbeda dengan Diaspora. Selain lebih banyak melibatkan profesor yang berasal dari luar negeri juga ada proposal yang diajukan. Sehingga perguruan tinggi di Indonesia sudah tahu berkolaborasi dengan siapa, termasuk dengan track record profesornya," sebut Ghufron. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menristekdikti Dukung PT Buka Program Magister Kesehatan
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad