jpnn.com - JAKARTA - Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menggelar webinar "Memahami Ilmu Pemerintahan (Sesi 6): Perspektif Kybernologi", yang dimoderatori Aprilianita Putri, Sabtu (18/2).
Webinar yang dibuka Ketua Umum MIPI Bahtiar ini menghadirkan narasumber tunggal DR Muhadam Labolo, Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang juga Bidang Pengembangan Keilmuan dan Kerja Sama Perguruan Tinggi MIPI.
BACA JUGA: Alasan MIPI Gelar Webinar Memahami Ilmu Pemerintahan, Simak Penjelasan Bahtiar
Bahtiar saat membuka webinar mengatakan, pemahaman terkait ilmu pemerintahan menjadi hal yang akan MIPI sajikan.
Webinar bertema sama, tetapi dengan beragam perspektif tersebut telah MIPI selenggarakan hingga terakhir sesi 5.
BACA JUGA: Webinar MIPI, Prof Sadu Wasistiono: Ilmu Pemerintahan Harus Tetap Eksis
Bahtiar berharap perbagai pandangan telah dikemukakan oleh para ahli pada webinar MIPI bisa memudahkan publik dalam memahami ilmu pemerintahan.
“Tema-tema yang berat ini kenapa menjadi penting? Karena sekali lagi, sebagai organisasi yang nyata-nyata judulnya adalah organisasi Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia, jadi untuk (memberikan) pemahaman dasar paling tidak tentang ilmu pemerintahan,” kata Bahtiar, yang saat ini menduduki jabatan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.
BACA JUGA: Webinar MIPI Mengulas Migrasi Birokrasi ke Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
Bahtiar menambahkan, webinar ini sebagai upaya MIPI dalam mendorong dialektika tentang ilmu pemerintahan bisa dibuka ke ruang publik sehingga pertarungan gagasan dan pemikiran terjadi. Selain itu juga sebagai upaya agar ilmu pengetahuan berkembang.
Ilmu Pemerintahan dalam Perspektif Kybernologi
DR Muhadam Labolo dalam paparannya menjelaskan bahwa pemerintahan merupakan gejala sosial yang tumbuh dan berkembang di setiap kelompok masyarakat.
Tidak ada satu pun individu yang dapat menghindarkan diri dari gejala pemerintahan.
Pilihan penting bukan melarikan diri dari pemerintahan. Namun, bagaimana membuat pemerintahan menjadi lebih baik sehingga setiap individu betah menjadi bagian dari pemerintahan.
Dia menerangkan, dalam kerangka pikir kybernologi, Taliziduhu Ndraha dalam bukunya “Kybernologi: Ilmu Pemerintahan Baru” mengembangkan konsepsi pengembangan nilai.
Terdapat tiga nilai dalam kerangka pikir kybernologi yang terdiri dari pengembangan nilai sumber daya, penciptaan keadilan dan kedamaian, dan kontrol terhadap kekuasaan.
“Dia bagi menjadi tiga, subkultur ekonomi (SKE), subkultur kekuasaan (SKK), dan subkultur sosial (SKS). Jadi prinsip dasar di dalam subkultur ekonomi itu (nilainya) adalah satu membeli semurah mungkin. Dua, menjual seuntung mungkin. Yang ketiga, membuat sehemat mungkin,” papar Muhadam Labolo.
Lebih lanjut Muhadam Labolo menjelaskan, di dalam subkultur kekuasaan memiliki nilai, pertama, berkuasa semudah mungkin.
Kedua, menggunakan kekuasaan seefektif mungkin. Ketiga, mempertanggungjawabkan penggunaan kekuasaan seformal mungkin.
Selanjutnya, di dalam subkultur sosial memiliki nilai, pertama, peduli, kesadaran, keberanian heroism. Kedua, budaya konsumeristik (pengakuan terhadap komunitas atau kedaulatan). Ketiga, collective action.
Muhadam menegaskan, ketika tiga nilai tersebut tidak dikembangkan dengan baik, maka masing-masing nilai akan memberikan dampak buruknya tersendiri dan berpengaruh pada nilai yang lainnya.
Tugas dari tiga subkultur tersebut harus dikontrol, karena jika tidak pemerintahan akan mengalami pembangkangan sipil, ketidakpercayaan publik, anarki, terorisme, perang saudara, hingga revolusi.
“Perkembangan kybernologi di IPDN dulu, itu lahir sebagai kegagalan Orde Baru, sampai dengan selesai 98 lahir sebagai kelemahan atas bekerjanya ilmu politik, administrasi, dan hukum selama 32 tahun, tidak bisa mengontrol pemerintahan itu, maka muncullah antitesisnya itu di tahun 2002 dengan istilah kybernologi,” terangnya. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu