Webinar MIPI Mengulas Konsep Diskresi Pemerintahan, Simak Penjelasan Bahtiar & Guru Besar IPDN

Sabtu, 25 Februari 2023 – 15:20 WIB
Ketum MIPI DR Bahtiar saat membuka webinar bertema "Memahami Ilmu Pemerintahan (Sesi 7) Perspektif Hukum Diskresi Pemerintahan", Sabtu (25/2). Foto: tangkapan layar zoom

jpnn.com - JAKARTA - Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menggelar webinar bertema "Memahami Ilmu Pemerintahan (Sesi 7) Perspektif Hukum Diskresi Pemerintahan", Sabtu (25/2).

Webinar yang dimoderatori oleh Aprilianita Putri ini menghadirkan narasumber tunggal Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang juga Ketua MIPI Provinsi Sulawesi Selatan Prof Murtir Jeddawi.

BACA JUGA: Webinar MIPI Bahas Ilmu Pemerintahan dalam Perspektif Kybernologi, Apa Itu?

Saat membuka webinar, Ketua Umum MIPI Bahtiar mengatakan, pengertian, tujuan, dan etika dari diskresi pemerintahan perlu dipahami secara konseptual.

Para praktisi pemerintahan perlu memahami konsep tersebut karena akan memudahkan tugas para penyelenggara negara

BACA JUGA: Alasan MIPI Gelar Webinar Memahami Ilmu Pemerintahan, Simak Penjelasan Bahtiar

Bahtiar menilai masih banyak pihak yang tidak memahami secara baik terkait diskresi. Ada pula penyelenggara negara atas nama diskresi, lalu melakukan tindakan yang kemudian menjadi masalah hukum.

Dikatakan, pelaksanaan diskresi harus dipahami seiring dengan dasar-dasar hukum yang telah tersedia, karena terkadang tindakan diskresi diuji di pengadilan.

BACA JUGA: Bahtiar: MIPI Punya Tanggung Jawab Mengedukasi Publik terkait Ilmu Pemerintahan

“Mungkin pemerintah tidak hadir karena tidak ada hukum yang tersedia. Dia tidak punya kewenangan, merasa tidak punya kewenangan yang cukup, nah, sebenarnya ada ruang diskresi. Kapan ini bisa dilakukan,” katanya.

Diskresi Pemerintahan

Murtir Jeddawi menjelaskan, terdapat instrumen yang diberikan oleh hukum, baik teori, asas, maupun peraturan perundang-undangan yang disebut dengan diskresi.

Dia menjabarkan, diskresi merupakan suatu istilah yang memberikan keleluasaan kepada pemerintah untuk melakukan tindakan.

Di mana tindakan tersebut menurut keyakinan pemerintah harus dilakukan dalam rangka pelayanan masyarakat dan tidak diatur dalam peraturan tertulis.

“Jadi diskresi itu adalah exit way untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, di mana peraturan yang jelas tentang itu belum ada. Jadi diskresi itu jalan keluar sehingga tidak ada kata pemerintah membatasi dirinya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” terang Prof Murtir.

Dia menambahkan, peraturan kebijakan merupakan konkretisasi dari diskresi. Apabila pemerintah dihadapkan pada suatu peristiwa yang belum jelas aturannya, maka dibuat peraturan kebijakan.

Konsep dalam kesejahteraan modern menyebut, semua kebutuhan masyarakat dan semua hal yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat tidak boleh terhenti hanya karena tidak ada peraturan.

“Hukum itu selalu tertinggal dari peristiwa yang harus diatur. Dinamika masyarakat begitu tinggi, persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat begitu dinamis sementara peraturan tertulis yang kita sebut dengan peraturan perundangan belum mengatur,” terangnya.

Murtir menegaskan, diskresi sah dalam negara kesejahteraan modern. Inisiatif yang bersifat diskretik bahwa pelayanan bisa diberikan sangat diperlukan.

Meski begitu, lanjutnya, inisiatif tersebut tak bisa digunakan semena-mena, diperlukan kematangan/kedewasaan pemerintah yang diwakili oleh pejabat pemerintah.

Dia menyebut ada dua catatan yang menjadi dasar pejabat pemerintah dalam melakukan diskresi.

Pertama, diskresi tidak boleh melanggar atau bertentangan dengan peraturan tertulis yang sudah ada sebelumnya.

Kedua, diskresi tidak boleh digunakan atau didayagunakan untuk mengebiri hak-hak masyarakat.

“Sepanjang diskresi itu memang diperuntukkan untuk meningkatkan pelayanan, untuk mengisi kekosongan aturan yang abu-abu, itu tidak masalah. Tidak usah ragu,” tandasnya. (sam/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler