WHO Akui Penanganan Ebola Memang Kacau

Kantor Tidak Kompeten, Paramedis Tak Dilengkapi Pengetahuan

Senin, 20 Oktober 2014 – 20:52 WIB

jpnn.com - Wabah ebola tidak hanya membuat pemerintah Afrika Barat keteteran. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga mendapat imbas serupa. Lembaga di bawah naungan PBB itu dituding tidak becus menangani penyakit tersebut sehingga menyebar ke mana-mana.

* * *

BACA JUGA: Belanda Ingin Eratkan Kerjasama dengan Indonesia di Bawah Jokowi

DALAM laporan mereka tentang ebola, WHO justru mengakui bahwa penanganan penyakit menular itu kacau. Laporan yang dipublikasikan kantor berita Associated Press pada Jumat (17/10) tersebut sejatinya bukan untuk konsumsi publik. Dalam dokumen itu, WHO menyatakan bahwa mereka mengacaukan usaha untuk menghentikan penyebaran ebola. WHO menyalahkan banyaknya staf yang tidak kompeten dan sedikitnya informasi sebagai penyebab utama.

Mereka juga menulis, para ahli seharusnya menyadari bahwa metode penahanan penyebaran penyakit menular secara tradisional tidak berlaku. Sebab, sistem kesehatan di Afrika Barat buruk. Lantaran penyebaran penyakit menular itu, lebih dari 4.500 nyawa melayang di Afrika Barat. Sejauh ini, ada 9.200 orang yang positif terkena ebola. WHO dituding tidak bisa menggunakan momentum untuk menghentikan penyebaran virus mematikan tersebut.

BACA JUGA: Tuding Penghasutan, Malaysia Tangkap 40 Orang

Salah satu peneliti virus ebola, Dr Peter Piot, mengamini bahwa langkah WHO terlalu lamban. Mayoritas penyebabnya adalah kantor cabang WHO di Afrika. ’’Mereka tidak melakukan apa pun. Kantor (WHO di Afrika, Red) benar-benar tidak kompeten,’’ ujarnya.

Dalam menanggapi bocornya dokumen tersebut, Sabtu (18/10) WHO berjanji mengulas ebola pada publik. Namun, tidak sekarang, melainkan ketika krisis telah berakhir nanti. Mereka menyatakan, dokumen yang dibocorkan kantor berita AP adalah draf pertama yang kebenarannya belum dicek dan belum dibahas staf mereka. ’’Kami tidak bisa mengalihkan petugas kami yang terbatas untuk menganalisis detail pada laporan terdahulu tersebut,’’ ungkap WHO.

BACA JUGA: Morales Raih 61 Persen Suara

Penanganan yang karut-marut itu sejatinya bukan hanya di Afrika Barat. Bahkan, di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Spayol, respons medis tidak menggembirakan. Petugas yang menangani pasien ebola tidak diberi petunjuk protokoler khusus. Salah satu contohnya adalah pasien ebola Dallas, Texas, Thomas Eric Duncan. Ketika datang ke rumah sakit dengan keluhan panas dan diketahui baru pulang dari Afrika Barat, dokter hanya memberi pil dan menyuruh pulang.

Para perawat yang menangani Duncan yang akhirnya didiagnosis positif ebola tidak diberi petunjuk khusus. Dua perawat juga tertular karena tidak ada standar protokoler penanganan pasien.

Di Afrika Barat, petugas kesehatan sudah hampir putus asa. Stok kantong mayat, sarung tangan, dan obat-obatan kian menipis. Lembaga kemanusiaan Oxfam meminta bantuan tambahan tentara, staf medis, dan keuangan untuk menangani ebola.

Di tempat terpisah, Kanada bersiap mengirimkan 800 botol vaksin ebola ke WHO. Itu merupakan vaksin yang telah diujicobakan pada hewan, namun efeknya pada manusia belum diketahui. Rencananya, uji coba pada manusia dilakukan dalam minggu ini di AS. WHO juga akan mengetes vaksin itu di Eropa dan Afrika.

’’Vaksin ini adalah produk penelitian dan inovasi para ilmuwan selama bertahun-tahun dan bisa menjadi senjata penting untuk mencegah penyebaran ebola,’’ terang Kepala Kantor Kesehatan Publik Kanada dr Gregory Taylor. (AP/AFP/CNN/sha/c23/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Boko Haram Mau Gencatan Senjata Masih Simpang Siur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler