Wiwiek Sipala, Dosen IKJ yang Mengajar Tari untuk Terapi Murid Berkebutuhan Khusus

Bangga Bila Siswa Jadi Percaya Diri dan Mandiri

Kamis, 11 Juni 2015 – 04:04 WIB
Wiwiek Sipala memeragakan beberapa gerakan tari untuk terapi murid berkebutuhan khusus di rumahnya di kawasan Baranangsiang, Kota Bogor, Sabtu pekan lalu (6/6). Foto: Hilmi Setiawan/Jawa Pos

jpnn.com - Seni tari umumnya hanya sampai dipentaskan di panggung pertunjukan. Tetapi, Wiwiek Sipala memperlebar penerapan seni tari untuk terapi anak-anak atau mahasiswa berkebutuhan khusus. Seperti apa?

Laporan M. Hilmi Setiawan, Bogor

BACA JUGA: Tegang! KRI Banjarmasin Masuk Area Merah, Siap Hadapi Perompak Somalia

HALAMAN belakang rumah Wiwiek Sipala di Villa Duta, Baranangsiang, Kota Bogor, terasa sejuk sore itu. Aneka tanaman tumbuh rimbun. Di halaman belakang itulah perempuan dengan nama lahir Wa Ode Siti Marwiyah Sipala tersebut sering menghabiskan waktu untuk berlatih tari.

Saat Jawa Pos berkunjung Sabtu (6/6), misalnya, Wiwiek juga sedang berlatih tari di halaman belakang rumahnya. Dia sedang intensif mempersiapkan pertunjukan tari spesialnya Oktober nanti. Pertunjukan tari yang sedang disiapkan itu berjudul Pilihan Maipa Deapati.

BACA JUGA: Mengenal Tukirin Partomihardjo, 34 Tahun Meneliti Biota Krakatau

’’Seperti apa tari itu, rahasia dong,’’ ujar dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ) tersebut, lantas tersenyum.

Selain aktif sebagai dosen, Wiwiek mengurus sebuah klinik untuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) di Bogor. Siswa yang terdaftar di kliniknya saat ini sekitar 30 orang. Dia bekerja bersama saudaranya, Wa Ode Siti Mulia Sipala.

BACA JUGA: Judit Nemeth-Pach, Duta Besar Termuda Hungaria yang Senang Olahraga Ekstrem

Perempuan kelahiran Raha Muna, Sulawesi Tenggara, 19 Februari 1953, itu menuturkan, seni tari bisa dipakai untuk terapi ABK. Koordinasi antara mendengar irama dan gerak tubuh dalam tari membantu para siswa ABK untuk mandiri dan percaya diri.

Sejauh ini, dia sering menjumpai ABK dengan berbagai kondisi. Ada yang hiperaktif, ekstrovert, low vision, hingga bisu-tuli. Dengan terapi tari, Wiwiek membantu mental anak-anak itu agar bisa mandiri dan berkembang. ’’Mereka mengambil gelas untuk minum saja terkadang susahnya minta ampun,’’ katanya.

Klinik Wiwiek itu bermula dari aktivitas keponakannya, Astati Ali, yang merupakan guru anak-anak berkebutuhan khusus di Bandung. Hampir setiap akhir pekan Astati yang menjadi guru di sekolah luar biasa (LSB) di Bandung datang ke kontrakan Wiwiek di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Nah, suatu ketika, Wiwiek membaca beberapa buku pendidikan ABK milik Astati. Dia sempat kaget ketika menemukan materi gerak dan irama dalam buku panduan pendidikan ABK itu.

’’Lha gerak dan irama itu kan dasar-dasar belajar tari. Ini kenapa kok ada di buku pendidikan anak berkebutuhan khusus?’’ ujar lulusan S-2 kajian seni pertunjukan dan seni rupa UGM tersebut.

Dari situlah ketertarikan Wiwiek untuk memperdalam kaitan tari dengan pembelajaran ABK muncul. Setelah keponakannya yang rutin datang ke Jakarta, kini ganti Wiwiek yang sering ke Bandung. Dia mencuri-curi waktu untuk ikut mengajar para siswa ABK di sekolah Astati. Dia menunjukkan beberapa gerakan tari kepada anak-anak itu.

’’Contohnya, gerakan tari burung. Gerakannya sederhana. Yang penting anak-anak itu mengerti,’’ katanya.

Kemudian, beberapa anak terlihat antusias. Wiwiek pun jadi kecanduan untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus tersebut. Namun, ibu Mariski Nur Adnin itu perlu melakukan riset atau mengeksplorasi kondisi ABK sebelum mengajak mereka menari. Dia harus bisa menggali dengan benar kesukaan mereka.

’’Jika mereka suka burung, pasti tidak akan susah untuk diajak menari burung,’’ tandas suami Sukma Prawira Negara tersebut.

Ketekunannya melatih ABK itu mengantarkan Wiwiek mendapat beasiswa studi lanjutan di Dance Department New York University (NYU). Beasiswa itu diberikan ASEAN Culture Council. Wiwiek juga tercatat pernah mengikuti studi seni tari tradisional Jepang di Michiyo Dance School (1985) serta Canadian Dance School, Vancouver, Kanada (1986). Dia juga pernah belajar tari tradisional Thailand di Chulalongkorn University dan Chiang Mai Dance School (1990–1991).

’’Di Amerika, saya mendapat ilmu baru tentang tari untuk anak-anak berkebutuhan khusus,’’ ujarnya.

Di Negeri Paman Sam itu, Wiwiek sempat penasaran pada mata kuliah dance therapy. Dia menyatakan, aplikasi dance therapy di AS cukup luas. Tidak hanya untuk terapi ABK, tetapi juga untuk korban kecelakaan.

Misalnya, jika ada orang yang menjalani penyembuhan akibat kecelakaan di bagian tangan, di titik itulah diberikan terapi tari khusus. ’’Tentu gerakan tarinya disesuaikan dengan kondisi tubuh pasien. Intinya untuk merangsang pasien agar terus bergerak,’’ bebernya.

Setelah melanglang buana belajar ke berbagai negara, Wiwiek mulai secara resmi ’’membuka praktik’’ terapi tari untuk ABK dan masyarakat umum. Klinik tersebut merupakan kerja sambilan di samping profesi utamanya sebagai dosen seni pertunjukan IKJ.

Banyak tantangan yang dihadapi selama mengajar tari untuk ABK. Misalnya, ada anak yang tiba-tiba ngambek tidak mau belajar. ’’Tidak hanya ngambek, dia tidak mau bergerak sedikit pun,’’ ungkapnya, kemudian tertawa.

Jika sudah seperti itu, mau tidak mau, Wiwiek harus memulai dari awal lagi. Yakni, menumbuhkan kembali semangat dan kepercayaan diri siswa. Dengan demikian, anak-anak yang ngambek mau kembali mengikuti gerak dan irama tari yang dibawakannya.

Menurut Wiwiek, tujuan akhir terapi ABK dengan tari bukan estetika atau keindahan tarian. Melainkan, tari itu merupakan sarana untuk merangsang motorik dan koordinasi serta sosialisasi anak-anak. Setelah satu anak bisa mengikuti gerak tari, dia kemudian dicampur dengan anak-anak lain untuk menari bersama.

Melalui tari, para ABK bisa diajak mengenal ruang. Misalnya, mengajarkan posisi depan, belakang, samping kiri-kanan, serta bawah dan atas. Bagi anak-anak normal gerakan-gerakan itu bisa dengan cepat diserap. Tetapi, bagi anak-anak berkebutuhan khusus, guru harus bekerja ekstra. Harus supersabar.

’’Mengidentifikasi mana depan dan mana belakang bagi mereka tidak mudah. Karena itu, harus dicarikan cara termudah agar mereka bisa gampang menghafalkannya,’’ katanya.

Bukan hanya untuk siswa ABK, terapi tari juga diajarkan kepada para mahasiswa berkebutuhan khusus di IKJ. Memang ada beberapa mahasiswa Wiwiek, baik di jenjang S-1 maupun S-2, yang berkebutuhan khusus.

Dia mengaku bangga begitu rasa percaya diri para murid spesialnya itu bisa tumbuh dan mereka jadi lebih mandiri. ’’Setiap ada mahasiswa berkebutuhan khusus di IKJ, biasanya langsung diserahkan kepada saya sebagai dosennya. Saya senang karena ini tantangan,’’ tandasnya. (*/c5/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 19 Tahun Gagap Bicara Sekarang Jadi Pembicara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler