jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kemenkeui tinggal menunggu penerbitan peraturan menteri keuangan (PMK) untuk dapat mengakses data rekening nasabah lokal maupun asing di Indonesia.
Apalagi, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan diundangkan pada 8 Mei lalu.
BACA JUGA: Tiga Nama Ini Sepertinya Berpeluang Jadi Cawapres Jokowi
Peraturan menteri itu mengatur pertukaran informasi keuangan antarnegara sekaligus membahas detail kewenangan Ditjen Pajak dalam mengakses data rekening nasabah.
’’Ini hanya dilakukan untuk kepentingan perpajakan dan tidak disalahgunakan Ditjen Pajak,’’ kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati di depan Komisi XI DPR kemarin (29/5).
BACA JUGA: Mandiri Tambah Fitur Pembayaran Cukai dan Pajak Ekspor
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut menjelaskan, PMK akan memuat penjelasan objek yang harus dilaporkan sesuai common reporting standard (CRS) atau sistem pelaporan yang telah disesuaikan dengan standar yang ditentukan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
’’Kemudian juga bakal menyangkut penjelasan prosedur identifikasi rekening keuangan atau due diligence sesuai CRS, penjelasan mengenai pihak yang harus melapor sesuai CRS, dan kejelasan kerahasiaan data wajib pajak, serta mengatur mekanisme pengenaan sanksi bagi pihak/lembaga yang wajib melapor,’’ paparnya.
BACA JUGA: Cristiano Ronaldo Tersandung Kasus Penggelapan Pajak Rp 119 Miliar
Sri Mulyani menegaskan, perppu itu akan digunakan untuk mengejar aset atau harta warga negara Indonesia (WNI) yang disembunyikan di luar negeri.
Berdasar data Ditjen Pajak, setidaknya terdapat aset Rp 2.067 triliun yang tidak diungkap dalam program tax amnesty.
Berdasar hasil amnesti pajak, total deklarasi aset WNI di dalam maupun luar negeri mencapai Rp 4.881 triliun.
Harta yang diungkap tersebut didominasi kas atau setara kas, surat-surat investasi, maupun surat berharga senilai Rp 3.008,3 triliun atau 58,6 persen.
Deklarasi aset di dalam negeri mencapai Rp 2.093,1 triliun. Data itu menunjukkan bahwa kewenangan Ditjen Pajak sangat terbatas dalam mengakses data keuangan WP di dalam negeri.
’’Keterbatasan akses informasi keuangan memberikan kontribusi terhadap rendahnya rasio pajak di Indonesia yang cenderung menurun pada beberapa tahun terakhir di samping karena kondisi perekonomian yang melemah,’’ tegas Sri Mulyani.
Total harta yang dideklarasikan WNI di luar negeri dalam program amnesti pajak mencapai Rp 1.036 triliun.
Sebagian besar aset diparkir di lima negara. Yakni, Singapura, British Virgin Island, Hongkong, Kepulauan Cayman, dan Australia.
Hasil repatriasi atau aset yang dibawa pulang ke Indonesia senilai Rp 147 triliun. Berdasar studi McKinsey pada Desember 2014 terkait dengan asset under management, setidaknya terdapat USD 250 miliar harta kekayaan milik orang-orang kaya Indonesia di luar negeri. Dari angka tersebut, USD 200 miliar disimpan di Singapura.
Total deklarasi aset di luar negeri dan repatriasi mencapai Rp 1.183 triliun sehingga diperkirakan masih ada potensi Rp 2.067 triliun aset WP Indonesia yang disimpan di luar negeri dan belum diungkapkan di program tax amnesty.
’’Karena itu, Indonesia harus memperoleh informasi keuangan dari negara lain berdasar asas timbal balik dalam rangka automatic exchange of information (AEoI),’’ tandasnya. (ken/c14/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banding Kasus Pajak Lionel Messi Ditolak, 21 Bulan Dipenjara Berlaku
Redaktur : Tim Redaksi