Wow! Deklarasi Sudah Capai Rp 700 Triliun tapi Ada Masalah...

Rabu, 21 September 2016 – 08:01 WIB
Mengurus pajak. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Program tax amnesty mendapat respon positif. Deklarasi dalam negeri terkait dengan program pengampunan pajak pajak hingga kemarin mencapai Rp 700 triliun atau mendekati target Rp 1.000 triliun. 

Namun, sejumlah kendala masih mengadang repatriasi aset. 

BACA JUGA: Tekan Harga Gas, Pemerintah Kurangi Ekspor

Salah satunya, wajib pajak peserta amnesti pajak yang berkewajiban membubarkan special purpose vehicle (SPV) yang selama ini digunakan untuk mengelola aset dan investasi di dalam dan luar negeri. 

SPV merupakan perusahaan yang secara de facto dimiliki wajib pajak, namun secara de jure tidak terkait langsung dengan wajib pajak. 

BACA JUGA: Tak Mampu Bersaing, Pelaku Usaha Penerbitan Berharap Keberpihakan Regulasi

Misalnya, banyak wajib pajak yang menggunakan SPV untuk membeli saham perusahaan milik wajib pajak yang tercatat di bursa.

Dengan demikian, pajak penghasilan dan pajak badan berkurang. Selain itu, porsi kepemilikan di sebuah perusahaan terbuka bisa kurang dari 50 persen sehingga tidak ada kewajiban membeli sisa saham pihak lain. 

BACA JUGA: Siap-siap, Tarif Listrik 900 VA Bakal Lebih Tinggi

SPV juga digunakan untuk mengalihkan aset yang menjadi objek pajak. Misalnya, melalui utang. Berdasar Peraturan Menteri Keuangan No 127 Tahun 2016 pasal 3 ayat 4, pinjaman yang dicatat wajib pajak dan kewajiban yang dicatat SPV wajib ditiadakan. 

’’Kalau SPV bubar, utang bisa jadi default (gagal bayar, Red). Ada beberapa pengusaha kita yang memakai SPV seperti di Hongkong, Singapura, atau negara lainnya,’’ kata Dirut Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio kemarin (20/9).

Kewajiban pembubaran SPV dan penghapusan utang tersebut membingungkan wajib pajak pemilik SPV. 

’’Kalau sudah bayar 4 persen (uang tebusan deklarasi amnesti pajak, Red), kenapa tetap harus ganti nama?’’ ungkap Tito.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida menambahkan, revisi PMK itu berkaitan dengan stimulus penghapusan kewajiban tender offer kepada wajib pajak yang memiliki saham lebih dari 50 persen di satu perusahaan terbuka. 

BEI juga memberikan diskon biaya perdagangan dengan skema tutup sendiri (crossing) di pasar negosiasi. 

BEI pun melakukan relaksasi persyaratan pencatatan efek di papan pengembangan untuk aktiva bersih berwujud (net tangible asset), batasan proporsi saham beredar di publik (free float), dan diskon separo biaya pencatatan saham (initial listing fee).

Karena terkendala oleh aturan di PMK tersebut, seluruh fasilitas yang diberikan OJK dan BEI itu belum dimanfaatkan wajib pajak. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengakui, pihaknya masih mendengarkan masukan dari berbagai pihak untuk merevisi PMK 127.

’’Kami berusaha akomodasi apa saja yang akan menjadi concern wajib pajak dan WNI pemilik SPV,’’ ujarnya. (gen/c5/noe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dipailitkan OJK, Perusahaan Ini Pilih Ajukan PK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler