WTO Dianggap Lumpuhkan Sektor Pangan Negara Berkembang

Selasa, 09 Juni 2009 – 17:20 WIB
JAKARTA - Inisiatif Indonesia untuk menyelenggarakan pertemuan Kelompok Cairns yang menyatakan perang terhadap proteksionisme, pengurangan subsidi dan meneruskan liberalisasi sektor pertanian, notabene dipandang sebagai sebuah strategi para ekonom neo-liberal untuk melumpuhkan sektor pangan negara-negara berkembangHal tersebut dikatakan terlihat jelas dari sikap WTO yang menyokong penuh pertemuan itu.

"Liberalisasi pertanian yang didesakkan oleh WTO, adalah salah satu penyebab krisis pangan global

BACA JUGA: 64 Juta Rumah jadi Target Sensus 2010

Apa yang akan dilakukan Kelompok Cairns dalam upaya menghidupkan kembali perundingan WTO, tidak akan menjadi solusi bagi krisis global saat ini," tegas Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, di Jakarta, Selasa (9/6).

Pertemuan Kelompok Cairns ke-33 di Bali, pada tanggal 7-9 Juni ini, kata Henry lagi, hanya akan mendorong agenda Amerika Serikat (AS) untuk melanjutkan kembali putaran Doha
Mestinya, katanya pula, Pemerintah Indonesia harus waspada dan bersikap lebih kritis terhadap tujuan ini

BACA JUGA: PPATK Berharap KPK Juga Seret Tersangka Inti

Karena AS adalah salah satu negara yang terbesar mensubsidi perusahaan trans-nasional di bidang pertanian, di mana tercatat sekurangnya USD 58 miliar per tahun dikucurkan via skema Overall Trade-Distorting Domestic Support (OTDS) dan Green Box di dalam WTO.

"Hampir keseluruhan subsidi ini akan menjadi instrumen pelindung perusahaan trans-nasional di bidang pertanian, dan akhirnya berujung pada dumping produk pertanian ke pasar internasional, yang notabene terus berlangsung menghancurkan petani kecil dan pasar domestik
Hal ini menerangkan bahwa subsidi pertanian yang dilaksanakan di dalam mekanisme WTO, bukanlah perlindungan terhadap petani kecil maupun pasar domestik," tegasnya.

Menurut Henry, perang melawan proteksionisme yang akan menjadi pesan dalam pertemuan ini juga tidak substansial

BACA JUGA: Banyak Lembaga Baru di Daftar Terbaik LKPP

Karena katanya, subsidi atau proteksi bukanlah musuh dalam kebijakan perekonomianEsensinya tergantung kepada seberapa banyak subsidi atau proteksi tersebut diberikan, siapa yang mendapatkannya, serta apa yang diberikan olehnyaSubsidi yang dibayarkan kepada perusahaan trans-nasional di negara maju, yang berakhir pada dumping dan kehancuran kehidupan pertanian di negara miskin dan berkembang, adalah buruk.

"Subsidi atau proteksi yang benar adalah yang diberikan kepada petani kecil untuk mendukung kegiatan ekonominya, menyokong pembangunan pedesaan, mempromosikan konservasi lahan pertanian, serta membangun pasar domestikHal ini harus menjadi catatan penting bagi Pemerintah Indonesia untuk menegakkan kedaulatan pangan dan ekonomi kerakyatan, bukan neo-liberalisme," tegas Henry.

Dia mengingatkan, belum lama ini pasangan capres-cawapres dari pemerintahan berkuasa, menepis tuduhan bahwa dirinya menganut paham ekonomi neo-liberalNamun fakta berbicara lain, karena Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu (justru) dengan semangat menggebu mencoba menghidupkan kembali upaya liberalisasi sektor pertanian yang sempat terhenti dalam perundingan-perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesawat TNI Jatuh Bukan Karena Masalah Anggaran Semata


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler