jpnn.com - JAKARTA--Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah telah menyuap dua hakim Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya.
Suap sebesar SGD 28.000 itu diberikan melalui Panitera PN Jakpus Muhammad Santoso.
BACA JUGA: Sesuaikan Pasar dan Posisi Kapal, Pelni Jadwal Ulang Destinasi Wisata
Raoul Adhitya didakwa bersama-sama anak buanya, Ahmad Yani.
Jaksa KPK Iskandar Marwanto mengatakan, suap tersebut diberikan dengan maksud untuk memengaruhi putusan atas perkara perdata PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) dan PT Mitra Maju Sukses (MMS) yang ditangani dua hakim tersebut di PN Jakpus.
BACA JUGA: KPK Jerat Bupati Buton Jadi Tersangka Penyuap Akil Mohtar
"Agar memenangkan pihak tergugat (PT KTP) yang diwakili Raoul Adhitya Wiranatakusumah selaku kuasa hukumnya," kata Jaksa Iskandar saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/10).
Diketahui, perkara PT MMS melawan PT KTP ditangani oleh Partahi Tulus selaku hakim ketua, dan dua hakim anggota yaitu Casmaya dan Syaiful Anwar.
BACA JUGA: Saatnya Pungli di Tanjung Priok Dibabat Habis
Namun, belakangan Syaiful digantikan dengan Hakim Agustinus Setya Wahyu. Sementara Santoso bertindak sebagai panitera pengganti.
Menurut Jaksa Iskandar, setelah beberapa kali sidang berjalan, Raoul Adhitya selaku kuasa hukum pihak tergugat menghubungi Santoso dan menyampaikan keinginannya untuk memenangkan perkara tersebut.
"Santoso lalu menyarankan agar Raoul Adhitya Wiranatakusumah menemui Partahi Tulus Hutapea selaku Hakim ketua majelis perkara tersebut, " papar Jaksa Iskandar.
Sekitar 13 April 2016, Raoul datang ke PN Jakpus dan hendak menemui Partahi Tulus Hutapea.
Lantaran tidak ada di ruangan, Raoul akhirnya menemui Hakim Casmaya.
Dua hari berselang, Raoul akhirnya berhasil menemui dua hakim tersebut.
Selanjutnya, Raoul memperkenalkan Ahmad Yani kepada Santoso dan meminta keduanya berkomunikasi terkait perkembangan perkara.
Jaksa Iskandar menuturkan, Raoul kemudian menjanjikan Santoso akan memberikan uang sebesar SGD 25 ribu untuk majelis hakim apabila putusan perkara itu dimenangkan yaitu menolak gugatan penggugat (PT MMS).
Sementara untuk Santoso sendiri akan diberikan uang sebesar SGD 3000.
Selanjutnya pada 20 Juni 2016, Santoso memberitahukan Raoul soal sikap majelis hakim melalui SMS yang isinya,
"Ang 1 sdh ok tinggal musy besok sy ke ang 2".
Kemudian Raoul menegaskan kembali mengenai sikap ketua majelis hakim dengan menanyakan "siap. Km ok?" yang dijawab Muhammad Santoso ok.
Ahmad Yani menghubungi Muhammad Santoso dalam rangka menyampaikan keinginan Raoul untuk kembali menemui majelis hakim karena perkara tersebut akan segera diputus.
"Selanjutnya Muhammad Santoso menyampaikan kepada Casmaya bahwa terdakwa akan datang menghadap pada 22 Juni serta menyampailan janji terdakwa yang akan memberikan uang sejumlah SGD 25 ribu untuk majelis hakim. Pada saat itu Casmaya menanggapi bahwa majelis hakim baru akan musyawarah," tutur Jaksa Iskandar.
Keesokan harinya, Raoul kembali datang ke PN Jakpus dan menemui Hakim Partahi Tulus Hutapea.
Dalam pertemuan itu, Raoul menyampaikan keinginan agar majelis memenangkan pihak tergugat.
Serta, menyampaikan kepada Partahi akan memberikan uang sebesar SGD 25 ribu.
"Atas penyampaian terdakwa tersebut Partahi mengucapkan terima kasih dan mengatakan nanti saja setelahnya," ujarnya.
Setelah itu, Santoso memberitahukannya kepada Raoul.
Setelah memperoleh informasi bahwa putusan akan dibacakan, Raoul pun menyiapkan uang dan meminta Ahmad Yani untuk memisahkan uang yang akan diberikan kepada dua hakim.
"Yaitu, ke dalam amplop putih dengan tulisan 'HK' berisi uang SGD 25 ribu dan untuk bagian Muhammad Santoso ke dalam amplop putih dengan tulisan 'SAN' berisi uang SGD 3000," paparnya.
Putusan perkara kemudian dibacakan pada 30 Juni 2016 dengan putusan bahwa gugatan dari pihak penggugat yakni PT MMS tidak dapat diterima.
Setelah itu, Muhamad Santoso menagih janji uang tersebut kepada Raoul Adhitya.
Uang itu kemudian diserahkan oleh Ahmad Yani kepada Santoso di kantor Wiranatakusumah Legal and Consultant di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Adapun setelah penyerahan uang itu, Santoso dan Ahmad Yani dicokok petugas KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Atas perbuatannya, Raoul dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Ahmad Yani menyatakan mengerti dan tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi. (Put/jpg/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggaran Terlalu Kecil, Keefektifan Situation Room Presiden Dipertanyakan
Redaktur : Tim Redaksi